Jumat, 13 Januari 2012

TUGAS KOMUNIKASI PENYULUHAN


TUGAS KOMUNIKASI PENYULUHAN














FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JURUSAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS RIAU
2009





BAB V
KOMUNIKASI PENYULUHAN
DAN
PARTISIPASI MASYARAKAT

5.1              KILAS BALIK PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG PERTAMA

Sasaran terakhir dari pelaksanaan komunikasi penyuluhan suatu program inovatif ke dalam masyarakat pedesaan adalah untuk menumbuhkan peran serta aktif masyarakat pedesaan terhadap pelaksanaan program inovatif tersebut dalam perilaku masyarakat, dalam melaksanakan pembangunan ekonomi pada umumnya dan pertanian khususnya.

Komunikasi dikatakan berhasil apabila peran petani di pedesaan secara aktif ikut ambil bagian untuk melaksanakan, mengembangkan serta melestarikan program inovatif yang diberikan itu dalam kehidupan mereka setiap hari sehingga inovasi tersebut benar-benar dapat memperbaiki cara-cara bertani atau usha di bidang lain. Dengan demikian inovasi ini akan mampu meningkatkan produksi kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan usaha, serta meningkatkan kesejahteraan hidup.

Isu sentral dalam pembangunan Indonesia selama PJPT-1 adalah rendahnya peran serta aktif masyarakat dalam mengaplikasikan setiap program yang diberikan oleh pemerintah dan atau oleh lembaga non pemerintah. Hal ini selain disebabkan oleh rendahnya respek dan kualitas masyarakat itu sendiri, juga disebabkan oleh ketidak-pedulian program yang tidak bersangkutan dengan masalah serta kondisi social-ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Selain masalah yang disebutkan di atas, aspek ketidaklancaran pelayanan input-input penunjang inovasi, lemahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan terutama dalam melaksanakan inovasi yang diberikan.

Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), sudah ditegaskan bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan peran serta aktif (partisipasi) masyarakat baik di desa maupun di kota terhadap pembangunan. Untuk merealisir komtmen tersebut, pemerintah dengan berbagai terobosan mewujudkan amanat GBHN tersebut. Walaupun demikian, berbagai keluhan di lapangan tentang rendahnya peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan ini masih mewarnai lembaran pembangunan kita sekarang ini.

Dari fenomena tersebut di atas, lantas kita akan bertanya; mengapa peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan secara paripurna sulit sekali kita wujudkan?. Bukankah kita memiliki berbagai lembaga yang secara khusus membimbing, mengarahkan serta memotivasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan?. Bukankah mereka ini ditugaskan secara khusus untuk mengkomunikasikan semua atribut pembangunan ke tengah-tengah masyarakat desa dan kota?

Pada bagian ini, saya mengajak para pembaca untuk melihat sekilas balik tentang pembangunan yang telah kita laksanakan selama PJPT-1. dari uraian berikut akan memberikan gambaran lebih jelas pada kita tentang mengapa peran serta aktif masyarakat itu sangat susah diwujudkan. Uraian ini sekaligus memberikan gambaran tentang mengapa komunikasi penyuluhan untuk menyampaikan pesan-pesan pembanguna selama ini lebih banyak yang berorientasi pada perencanaan dari atas (top down planning).

Dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya digunakan dua macam pendekatan, yaitu :
           
1)                  pendekatan CETAK BIRU (blue print approach) dan
2)                  pendekatan interactive or social learning process.

Pendekatan terakhir ini MICHAEL CERNEA (1984) disebut dengan community based development approach.

            Model pertama, yaitu Blue Print approach adalah suatu metode pendekatan perencanaan pembangunan yang mengasumsikan atau beranggapan bahwa sekali suatu metode atau mode berjalan dan berhasil baik di suatu daerah, maka diasumsikan metode tersebut bisa dipakai secara menyeluruh untuk semua daerah atau wilayah di Negara tersebut. Model ini diasumsikan cocok untuk diterapkan di tiap daerah tanpa memperhitungkan aspek social-budaya serta kondisi alam daerah yang bersangkutan.

            Model atau metode pendekatan kedua, lebih dikenal dengan pendekatan pada sumber daya manusia atau people centered development atau community based development. Model kedua ini merupakan paradigma baru yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan yang menekankan aspek peran serta aktif (partisipasi )masyarakat. Partisipasi disini tidak saja diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat untuk menyumbangkan tenaga dan material dalam merealisasikan suatu rencana, melainkan lebih luas lagi yaitu melibatkan masyarakat terutama yang akan memanfaatkan hasil pembangunan atau program pembangunan di dalam proses perencanaan. Menurut ROGERS, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota dalam mengambil suatu keputusan, termasuk dalam perencanaan. Perencanaan dan implementasi bukanlah suatu kegiatan yang terpisah. Rencana harus dapat dimodifikasi, direvisi sesuai temuan di lapangan. Masyarakat dilibatkan sesuai porsinya dalam melakukan suatu perencanaan, sehingga model ini lebih dikenal pula dengan sebutan interactive or social learning progress.

            Kedua model perencanaan tersebut memiliki dimensi kepentingan yang sama. Perbedaan dua model ini terletakpada situasi atau kondisimasyarakat dalam waktu tertentu. Situasi yang kondisional yang membedakan keduanya, sehingga kita dapat menentukan priroritas model mana yang kita utamakan di dalam menghadapi situasi yang dihadapi masyarakat dan Negara pada saat itu.

            Bila kita amati setiap program yang bergulir selama PJPT-1, kita dapat melihat dengan jelas bahwa model pembangunan yang kita pakai lebih banyak model perencanaan yang pertama, model CETAK BIRU.

            Mengapa model ini dipilih oleh Pemerintah Orde Baru?. Tentu ada latar belakang situasi yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru. Situasi pada saat berlangsungnya revolusi fisik, seperti revolusi untuk memperbutkan kemerdekaan dari tangan penjajah, kemudian revolusi fisik lainnya untuk memperebutkan atau mengubah ideology Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI (Partai Komunis Indonesia), dengan beberapa rongrongan lainnya, merupakan peristiwa-peristiwa sejarah yang mempunyai andil cukup besar dalam menciptakan situasi rawan pangan di Indonesia pada tahun 60-an. Dalam pada itu, teori kesohor pertumbuhan produksi makanan dan pertumbuhan penduduk dari Robert Maltus berjalan normal tanpa pengaruh oleh situasi dan keadaan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Indonesia pada saat itu.

            Pertumbuhan oenduduk sebelum adanya program KB hamper tidak bias terkendali. Sementara itu tidak terjadi peningkatan produksi bahan pangan, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara persediaan bahan makanan dengan jumlah penduduk pada saat itu.

            Situasi dan kondisi pada saat tersebut di ataslah yang menentukan bangsa Indonesia untuk memilih model perencanaan pembangunan yang harus diutamakan untuk menghadapi, mengatasi serta mengantisipasi kerawanan bahan pangan pada saat itu dan di masa yang akan dating. Akhirnya, pemerintah dengan segala pertimbangan, segala kebijaksanaan untuk melihat masa depan Negara memilih model perencanaan pembangunan yang pertama.

            Pada tahun 1969, saat dimana kita memasuki era baru pembangunan bangsa, yaitu era REPELITA 1. Pada saat itu, pemerintah dengan menggunakan model pertama mencanangkan pencapaian swasembada pada tahun 1974, karena itu bangsa Indonesia merupakan salah satu pengimpor beras terbesar di dunia.

            Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah menempuh berbagai pendekatan dan penelitian yang dapat dijadikan model teknologi untuk mencapai target. Kerja keras pemerntah akhirnya lahir berbagai program produktif seperti Panca Usaha, BIMAS, INMAS, INSUS dan terakhir yang sekarang ini adalah  Sipra INSUS.

            Temuan-temuan berbagai teknologi fisik maupun manajemen tersebut ternyata memang berhasil meningkatkan produksi beras serta produksi pangan lainnya dan kemudian dikembangkan dan disebarluaskan ke seluruh penjuru negeri ini. Inilah salah satu bukti keunggulan  pendekatan Blue Approach ini.

            Jika dilihat dari aspek pemerataan, program tersebut hanya dapat dilaksanakan dan dinikmati oleh sebagian rakyat Indonesia. Maka model penerapan ini dalam wujud oenerapan  berebagai paket teknologi tersebut hanya cocok untuk wilayah yang memiliki potensi persawahan luas serta menjangkau sebagian besar usaha penduduk suatu daerah. Tetapi yang penting dari semua itu, adalah bangsa Indonesia harus mampu menciptakan SWASEMBADA beras. Sehingga model itu diasumsikan cocok untuk diterapkan seluruh Indonesia.akhirnya, ternyata kita berhasil mencapai swasembada. Walaupun target swasembada pada tahun 1974 belum tercapai akan tetapi sepuluh tahun kemudian tepatnya tahun 1984 indonesia mewujudkan cita-cita swasembada beras.

            Masyarakat dunia kagum dengan keberhasilan ini dan memberikan penghargaan yang sangat besar atas prestasi in, sehingga tahun 1985, bapak presiden Soeharto diundang secara khusus oleh PBB dalam hal ini FAO untuk berpidato di depan peserta siding FAO di Roma, Italia.

            Setelah kita mnyaksikan serta merasakan keberhasilan pembangunan bangsa Indonesia khususnya pembangunan pertanian,  yang sasaran terbesarnya adalah masyarakat petani di pedesaan. Lantas kita bertanya, bagaimana dengan partisipasi disebut juga peran serta aktif positif masyarakat?. Sejauh mana yang mereka berikan untuk meningkatkan, mempertahankan, serta melestarikan prestasi tahun 1984 tersebut. Bukankah banyak petani sawah telah menglihkan pemanfaatan lahannya dari komoditi padi dengan berbagai komoditi perdagangan yang menggiurkan? Bukankah kita juga menyaksikan adanya petani-petani berdasi yang memiliki sawah yang luas sementara yang bersangkutan tinggal jauh dari lingkungan pertanian?. Bukankah kita juga merasakan tumbuh dan berkembangnya kesenjangan social yang tinggiantara kaum proletariat terhadap kaum priyai? Bukankah sekarang sering terjadi gagal panen akibat banjir dan kekeringan?.

            Pertanyaan-pertanyaan tersebut baiknya kita renungkan dalam rangka memikirkan serta menemukan model pendekatan baru dalam pembangunan yang menjamin kelestarian lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem benda hidup dan benda mati, lingkungan social maupun lingkungan fisik. Dan lebih penting lagi adalah bagaiamana menjaga keseimbangan social yang diakibatkan oleh perasaan cemburu yang tidak menjadi bahaya laten yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

            Dengan demikian memasuki era pembangunan PJPT-2 ini kita akan mampu mengatasi kekurangan-kekurangan model pendekatan pembangunan PJPT-1 untuk meningkatkan produktivitas lingkungan,serta meningkatkan peran serta aktif (partisipasi) untuk memperoleh keuntungan yang merata dari setiap program pembangunan.

            Dalam kaitannya dengan system dan strategi komunikasi penyuluhan inovasi ke dalam masyarakat Indonesia yang memiliki latar belakang perbedaan yang tinggi, maka pembangunan otonomi daerah harus pula diikuti dengan kebijaksanaan untuk member otoritas yang lebih besar kepada peranan daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya alam dan manusia sesuai dengan kondisi masing-masing wilayah. Dalam pembangunan pertanian hal ini sangat perlu sebab variasi iklim di Indonesia antara daerah-daerah KTI (Kawasan Timur Indonesia) sangat tinggi. Dalam pada itu, variasi iklim, alam, social-ekonomi dan budaya dalam satu wilayah di KTI juga sangat besar.
            Oleh karena itu, pengembangan penyuluhan inovasi ke dalam masyarakat pedesaan, khususnya di bidang pembangunan pertanian, haruslah berpedoman pada konsep pembangunan pertanian yang disebut regional specialization in agricultural production (spesialisasi daerah produksi pertanian). Konsep ini menggunakan iklim sebagai factor pembeda spesialisasi. Atau juga menggunakan pendekatan terakhir yang kini baru dikembangkan di international institute of tropical agriculture.

            Contoh pengembangan pembangunan pertanian berdasarkan konsep tersebut di atas adalah program GEMPAR (gerakan meningkatkan pendapatan asli rakyat) di NTT yang dicetuskan oleh pemerintah daerah NTT semasa kepemimpinan gubernur hendrikus fernandes. Program ini sangat sesuai dengan keadaan kondisi alam dan masyarakat NTT sebab:
1)      karena pendapatan per kapita rakyat NTT tahun 1989 baru mencapai Rp. 255
2)      masih banyak potensi daerah di NTT yang belum dimanfaatkan secara optimal,terutama potensi pertanian belum dikembangkan sesuai dengan ekosistem pertanian lahan kering di NTT.
3)      Sesuai dengan kondisi riil bio-fisik alam serta sosio dan budaya masyarakat NTT. Operasionalisasi program ini adalah melalui penanaman seratus juta pohon yang bermanfaat baik untuk menghasilkan produksi pertanian maupun untuk melestarikan lingkungan di NTT.
4)      Mix farming merupakan kekhasan system pertanian sebagian besar rakyat NTT, maka dalam program ini masyarakat diarahkan untuk mengkombinasikan berbagai usaha yang mungkin sesuai dengan pengalaman petani sendiri dengan perbaikan efisiensi usaha.

Sama halnya dengan berbagai program pembangunan lainnya,program inipun terbentur kepada kendala lemahnya system dan strategi komunikasi serta lemahnya aparat, belum lagi ditambah dengan koordinasi yang kurang kondusif menyebabkan program ini belum keliatan hasilnya, dalam arti belum mampu menciptakan suatu teknologi khas NTT dan belum semua potensi pertanian dikembangkan secara baik.


5.2              PARTISIPASI DAN PENDEKATAN ARUS BALIK

Saat ini masalah peran serta aktif (partisipasi) masyarakat dalam pembangunan menjadi topik yang sangat penting dan menarik. Ketimpangan hasil pembangunan disinyalir bahwa rendahnya peran serta aktif masyarakat sebagai salah satu factor penyebab.

Mengapa peran aktif saat ini menjadi semakin penting tatkala kita memasuki era pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-2? Beberapa alasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1)      Kita sedang berada dalam masa transisi dlam pembangunan,antara era pertanian dan era industrialisasi baik di bidang pertanian maupun di bidang non pertanian.
2)      Terciptanya keterbukaan dan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara kita saat ini.
3)      Pengaruh globalisasi yang sangat kuat dalam peri kehidupan rakyat dan bangasa Indonesia.
4)      Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
5)      Berkembangnya etos kerja yang negatif.
6)      Serta berbagai masalah social yang masih mewarnai kehidupan.

Memasuki PJPT-2 ini sebenarnya kita memiliki banyak peluang untuk mewujudkan serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat Indonesia dalam pembangunan. Misalnya:
1)      Arah GBHN tahun 1993 serta konsep pembanguna era PJPT-2 ini dipprioritaskan pada peningkatan peranan daerah untuk mencapat otonomi daerah yang mantap.
2)      Peningkatan kualitas manusia merupakan aspek prioritas dalam pembangunan saat ini dan di masa yang akan datang.

Bagaimana usaha kita untuk mewujudkan peran serta aktif masyarakat dalam pembangunan? Pertama yang harus kita lakukan adalah yaitu melihat kilas balik yaitu refleksi dan instropeksi setiap program pembangunan atau setiap paket teknologi yang telah dilaksanakan selama PJPT-1. Kedua, kita juga harus memberikan definisi yang jelas apa itu peran aktif (partisipasi) masyarakat, bagaimana caranya serta bagaimana langkah operasional untuk mewujudkan serta mengembangkan peran aktif masyarakat dalam melaksanakan,mengawasi, menjaga, melestarikan serta menikmati pembangunan beserta hasil-hasilnya.

Pendekatan ini sudah mulai dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat saat ini, yang diwujudkan dalam pelaksanaan Inpres Desa Tertinggal (IDT) dalam mengentaskan kemiskinan di negeri ini.

Menurut M. ROGERS, partisipasi adalah tingkat keterlibatan anggota system social dalam proses pengambilan keputusan. Akan tetapi pengertianya lebih luas dari itu yaitu meliputi proses perencanaan, pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi serta menikmati hasil pembangunan itu sendiri.

5.2.1        Proses Partisipasi

Berdasarkan pengertian yang dikemukakan oleh ROGERS di atas, kita dapat menelaah peran serta aktif (partisipasi) setahap demi setahap. Sesuai dengan pengalaman penulis dalam mengikuti berbagai program pembangunan, khususnya yang dikembangkan oleh LSM dapat dirumuskan proses peran serta aktif masyarakat.

Berbagai LSM atau LPSM  yang bekerja di wilayah Nusa Tenggara, telah mencoba melaksanakan setiap program ke dalam masyarakat pedesaan terlebih dahulu menggunakan analisis peran serta aktif masyarakat ini. Akan tetapi tidak semua program yang dikembangkan yang didahului oleh analisis peran serta aktif masyarakat ini berhasil dengan baik. Masih banyak program pembangunan yang gagal walaupun didahului dengan analisis untuk mengembangkan peran serta aktif masyarakat. Factor terakhir terletak dari kondisi social masyarakat setempat serta motivasi dalam diri anggota masyarakat untuk memanfaatkan program inovatif tersebut demi kepentingan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan mereka sendiri.

PAUL KERKHOUF (1990) juga memberikan penegasan bahwa tidak semua program yang dikembangkan oleh LSM itu berhasil dengan baik, demikianpun sebaliknya bahwa tidak semua program yang dikembangkan pemerintah itu tidak baik. Baik dan tidaknya suatu program inovatif bergantung sampai sejauh mana program tersebut dapat memberikan nilai tambah baik dalam kesejahteraan maupun dalam hal meningkatkan peran serta aktif masyarakat. Sehingga PAUL KERKHOF seorang ahli AGROFORESTRY yang bekerja bertahun-tahun di AFRIKA, mengusulkan untuk menjalin kerja sama antara pemerintah dan lembaga swasta yaitu semacam LINKAGE atau titik temu antara program yang diberikan oleh pemerintah dengan program yang diberikan oleh LSM-LSM. Dengan cara menggabungkan kelebihan-kelebihan pendekatan program serta mengeliminir masing-masing kelemahan sehingga membentuk suatu system pendekatan yang optimal.

Dalam berbagai program pembangunan para praktisi pembangunan pun melakukan persiapan social agar program-program tersebut benar-benar menyentuh kepentingan, kebutuhan, dan masalah masyarakat melalui pelaksanaan tahap-tahap peran serta aktif masyarakat, dengan tujuan yaitu untuk meningkatkan tingkat pendapatan masyarakat. Persiapan social ini dimaksud agar setiap paket pembangunan dapat dikomunikasikan secara efektif dan efisien.

            Analisis proses partisipasi atau peran serta aktif masyarakat ini menjadi sangat penting karena demikianlah usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu, analisis ini sangat urgen, apalagi dalam era demokrasi, karena berbagai aspek terkait dengan partisipasi ini dapat terekam serta dapat mengembangkan program yang mengutamakan pada tujuan terciptanya peran serta aktif (partisipasi) positif masyarakat dalam pembangunan.

            Analisis yang dimaksud meliputi empat tahap yang meliputi:

1)      Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan,
2)      Tahap pengambilan keputusan,
3)      Tahap pelaksanaan dan evaluasi,
4)      Tahap pembagian keuntungan ekonomis atau benefit ceries;

1)      Tahap pertama: tahap penumbuhan ide atau gagasan dan perencanaan progam.
2)      Tahap kedua: tahap pengambilan keputusan. Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setiap orang akan merasa dihargai jika mereka dihargai jika mereka diajak untuk berkompromi, memberikan pemikiran-pemikiran dalam membuat keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya.
3)      Tahap ketiga: tahap pelaksanaan dan evaluasi. Untuk mewujudkan kondisi masyarakatagar berpartisipasi di dalam melaksanakan setiap paket program pembangunan yang telah dikomunikasikan ke dalam masyarakat yang bersangkutan, masyarakat harus dilibatkan kedalam pelaksanaan program pembangunan.
4)      Tahap keempat: tahap pembagian keuntungan ekonomis. Tahap ini ditekankan pada pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat dalam desa atau wilayah yang bersangkutan.


5.2.2        PENDEKATAN ARUS BALIK

Jika kita melihat system pembangunan yang dilaksanakan dengan pendekatan blue print approach selama PJPT-1, terasa amatlah sulit untuk mewujudkan peran aktif masyarakat seperti yang digambarakan tadi, karena pendekatan tersebut sering mengabaikan kondisi social budaya serta alam masyarakat setempat.

Kurang menyentuh kepentingan, kebutuhan dan masalah yang dihadapi masyarakat. Peran serta aktif masyarakat akan tumbuh dan berkembang dengan baik jika secara numeric memenuhi fungsi hipotesis sebagai berikut : P(p) = f(k, m, u, bc, mi, tj). Di mana; K= kebutuhan , M= masalah, Tj=tanggung jawab. Unsure-unsur ini bekerja dalam suatu system. Rasa memiliki dan tanggung jawab merupakan produk dari kebutuhan, masalah, urgenitas serta kemerataan keuntungan.

Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, maka arah pembangunan dalam PJPT-2 ini harus dibalik yaitu dari berorientasi pesan kepada pendekatan arus balik yang dimaksudkan disini adalah pelaksanaan setiap program pembangunan yang dikomunikasikan kepada masyarakat didasarkan kepada analisis yang cermat dan mendalam tentang kondisi social-budaya dan alam serta analisis cermat terhadap masalah, kebutuhan, urgenitas, benefit ceries sehingga tumbuh rasa memiliki dan tanggung jawab masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan setiap program pembangunan.

Beberapa keuntungan dengan menggunakan pendekatan arus balik ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
1)      Program yang diberikan yang didasarkan pada analisis situasi ril akan lebih mudah mengoptimalisasikan potensi sumberdaya alam manusia yang kita miliki.
2)      Pemerintah ataupun organisasi non pemerintah melalui agen pembangunan di masyarakat desa dapat merencanakan pembangunan bersama masyarakat, menguntungkan sesuatu, melaksanakan sesuatu yang berdasarkan tuntutan masalah dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak pada saat itu.
3)      Agen pembangunan bersama masyarakat dapat mempelajari secara bersama-sama cara untuk menggali kebutuhan, masalah di dalam masyarakat pada saat itu, serta mampu mrnentukan program awal.
4)      Pemberian atau komunikasi setiap program ke dalam alam pemikiran serta situasi masyarakat sekitar dapat didahului oleh persiapan social bagi masyarakat penerima program.
5)      Impian bottom up planning yang selama ini kita dambakan secara perlahan akan menjadi suatu kenyataan, karena pendekatan ini akan menitik-beratkan pada pendekatan kemayarakatan.
6)      Dengan pendekatan arus balik ini masyarakat akan merasa setiap program yang diberikan oleh komunkator atau pendamping peogram IDT, akan benar-benar bermanfaat bagi kepentingan hidup masyarakat itu sendiri karena secara langsung menyentuh kepentingan mereka yang hakiki.
7)      Terjalinnya mekanisme kerja sama saling percaya dan saling mendukung antara para petugas di lapangan bersama aparat pemerintah desa, tokoh masyarakat lainnya serta masyarakat secara menyeluruh.

Dalam realitas pembangunan bangsa Indonesia saat ini, pendekatan seperti yang diuraikan di atas telah mulai dikembangkan melalui program IDT. Bentuk usaha sebagai perwujudan dari program ini, dimana para petani diberik kesempatan seluas-luasnya untuk menentukan bentuk dan jenis-jenis usaha yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya serta sesuai dengan masalah dan kebutuhan para petani sendiri.


5.2.3        KOORDINASI PARTISIPASI

Paling sedikit enam prakondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan pembangunan arus balik ini, yaitu:

1)      Meningkatkan mutu pengawasan, baik secara horinzonal maupun vertical, secara langsung maupun tidak langsung.
2)      Mewujudkan pola kerja KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi = kesederhanaan) yang mantab, sehingga tidak terjadi keangkuhan sektoral sebagaimana yang pernah disinyalir oleh bapak Try Sutrisno.
3)      Kendalan kemampuan petugas lapangan, para komunikator harus ditingkatkan.
4)      Perlu perbaikan aspek eksternal bagi para komunikator, untuk memotivasi para petgas tersebut agar mereka bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab serta mampu meningkatkan produktivitas mereka dalam berkarya.
5)      Parisipasi yang dituntut bukan saja dari masyarakat umum penerimaan program pembangunan, akan tetapi partisipasi ini juga harus tumbuh dalam kalangan atas serta petugas lapangan itu sendiri.
6)      Kita dituntut untuk saling menolong, saling melengkapi dalam melaksanakan tugas di lapangan sehingga mampu menciptakan pola kerja yang berdaya dan berhasil guna dalam menumbuhkan partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan.

5.2.4    MEN-DESA-KAN LOKAKARYA
           
            Lokakarya merupakan forum ilmiah yang membahas berbagai pengalaman lapangan dengan kajian secara ilmiah untuk mencari jalan pemecahan terhadap berbagai persoalan yang sedang berkembang serta yang dihadapi oleh para petugas dan atau para petani di lapangan.

            Selama ini kita melaksanakan lokakarya di kota-kota untuk membahas berbagai kepentingan masyarakat pedesaan. Para peserta disominasi orang-orang kota yang sebagian besar tidak pernah tahu soal-soal kedesaan, sehingga sampai saat ini masih sangat sedikit hasil lokakarya tersebut dimanfaatkan untuk pengembangan pembangunan ataupun dipublikasikan.

            Kita menyadari bahwa keadaan masyarakat desa memiliki berbagai keterbatasan, sehingga lembaga-lembaga yang diharapkan berbagai pemacu partisipasi masyarakat dalam pembangunan seperti LKMD, LMD, belum dapat berfungsi sebagai mana yang diharapkan. Untuk mengatasi hal tersebut di atas, maka keterampilan masyarakat, wawasan serta pengetahuan dan kemampuan masyarakat harus ditingkatkan untuk dapat menggali berbagai informasi yang bertumbuh dan berkembang dalam masyarakat sendiri maupun berbagai informasi dari luar, kebutuhan serta masalah mereka sendiri. Dengan demikian, pemikiran untuk mengembangkan kegiatan lokakarya di desa dalam era demokratisasi dan globalisasi dalam PJPT-2 sekarang ini, merupakan alternative yang sangat baik dalam konteks peningkatan peran serta aktif masyarakat desa serta peningkatan peran serta aktif manusia secara menyeluruh.

            Gagasan untuk mengembangkan kegiatan lokakarya di desa ini, memiliki keuntungan sedikitnya 9 hal, yaitu:

1)      Menghemat biaya. Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan lokakarya di desa, terutama untuk membeli barang-barang kebutuhan konsumsi dan lainnya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pelaksanaan lokakarya di kota.
2)      Akan sangat menunjang program peningkatan sumberdaya manusia di pedesaan.
3)      Melatih para peserta atau petugas lainnya untuk lebih mengenal, mencintai desa sekaligus dapat membina etos kerja.
4)      Dapat mewujudkan rasa percaya diri masyarakat desa serta secara perlahan membuka isolasi berpikir masyarakat desa terhadap hal-hal yang datang dari luar lingkungan mereka.
5)      Akan lebih banyak melibatkan peserta dari desa tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.
6)      Materi yang dibahas serta studi lapangan langsung mengenai masalah serta kebutuhan masyarakat desa pada saat itu.
7)      Pengamalan petani di lapangan serta berbagai kendala yang dihadapi petani dapat secara langsung dibahas atau ditelaah secara ilmiah oleh para instruktur.
8)      Karena lokakarya ini dilakukan di desa, maka makanan khas daerah atau di desa tersebut dapat dihidangkan sebagai makanan tambahan bagi para peserta. Hal ini berarti mendukung program pengembangan diverifikasikan bahan pangan non-beras.
9)      Sesuai dengan motto dunia penyuluhan pertanian, yaitu go to the people, live, learn and love them. Start and built with what they know and they have.

5.3       POLA PERAN SERTA AKTIF MASYARAKAT PEDESAAN

            Dalam perkembangannya, partisipasi terbagi ke dalam dua pola, yaitu pola partisipasi secara individu dan pola partisipasi secara kelompok. Seorang yang inovatif dan aktif dalam setiap kegiatan pembangunan akan sangat membantu dirinya beserta keluarganya untuk meningkatkan taraf hidup secara ekonomis maupun spiritual. Tetapi sebagai mahluk social maka pola individu harus dikembangkan kepada anggota yang lain sehingga tercipta pola partisipasi secara berkelompok atau secara menyeluruh.

            Perkembangan kehidupan masyarakat saat ini yang berada dalam era globalisasi, demokrasi dan keterbukaan membuka peluang sangat besar untuk saling bersaing dalam partisipasi untuk melaksanakan pembangunan. Kondisi ini, bagi para petani yang memiliki berbagai keterbatasan akan selalu terjepit di antara kaum elit di desa. Hal ini sangat tidak menguntungkan bagi peningkatan produksi serta kesejahteraan para petani dan keluarganya. Karena petani yang memiliki modal besar akan memiliki peluang yang lebih leluasa dibandingkan para petani kecil dalam melaksanakan pembangunan.

            Berbagai pendekatan program pembangunan ini lebih banyak menggunakan pendekatan kelompok. Oleh karena itu pola partisipasi juga harus dilihat secara berkelompok. Suatu kelompok memiliki elemen-elemen kelompok yang bekerja dalam suatu system menimbulkan suatu dinamika, yaitu kekuatan-kekuatan dalam kelompok. Dinamika kelompok akan membentuk karakteristik bersikap dan bertindak sehingga mewujudkan suatu kemampuan anggota secara berkelompok untuk berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaan pembangunan.

            Dudung (1985), menggunakan istilah pola partisipasi kelompok dalam penelitiannya karena:

1)      Tanggapan yang diantisipasikan adalah respon dalam ikatan kelompok, bukan hanya individu anggota kelompok secara sendiri-sendiri;
2)      Tindakan yang diharapkan adalah hasil dari proses pengambilan keputusan oleh kelompok;
3)      Bekerjanya social control dalam kelompok; dan
4)      Sesuai dengan kebutuhan strategi pembangunan.

Selanjutnya hasil penelitian disertai Dudung membuktikan bahwa partisipasi petani di dalam kelompok dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:

1)      Manfaat rencana kerja kelompok;
2)      Pengakuan kelompok terhadap karya anggota;
3)      Kebenaran norma yang dijadikan alat ukur;
4)      Kemampuan kelompok inti dalam kelompok khusus untuk meyelesaikan masalah;
5)      Manfaat informasi yang diterima
6)      Kepentingan kelompok inti;
7)      Kejujuran kelompok inti;
8)      Pengakuan dan dukungan sesame anggota;
9)      Keuntungan ekonomis yang didapat;
10)  Kelancaran pelayanan sarana.

Dalam mengembangkan partisipasi anggota secara berkelompok perlu menggunakan pendekatan  PAM yang dikembangkan oleh Prof. S. Chamala, untuk pengembangan Group Skill Management for Land Care.

Model ini dikembangakan atas pertimbangan:

1)      Bahwa tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan anggota masyarakat local khususnya dalam masyarakat umum;
2)      Dalam alam demokrasi sekarang ini, masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab di dalam pembangunan untuk menentukan masa depannya sendiri, akan tetapi mereka tidak mengetahui mekanisme serta kemampuannya untuk berpartisipasi di dalam pembangunan dalam alam demokrasi ini;
3)      Melalui PAM ini masyarakat dapat menciptakan struktur untuk membangun kelompok meupun perorangan yang memungkinkan mereka dapat berperan aktif dalam berbagai tingkatan terutama dalam konservasi lahan dan air;
4)      PAM ini dibutuhkan karena;

a)      Pembangunan pedesaan sekarang ini semakin kompleks;
b)      Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya;
c)      The expert system membutuhkan pengetahuan masyarakat yang sebenarnya tersedia pada masyarakat biasa atau grass roots.

5.4       KOMUNIKASI PROGRAM INOVATIF DAN DINAMIKA KELOMPOK

            Dalam masyarakat kita dapat dijumpai berbagai jenis kelompok masyarakat, baik yang tumbuh atas prakarsa mandiri masyarakat maupun kelompok yang sengaja dibentuk oleh pemerintah atau lembaga swadaya masyarakat dan LPSM. Jenis kelompok kedua dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu sesuai dengan keinginan lembaga pemberi program.

            Jika kita cermati sedikitnya ada dua pertimbangan utama mengapa kelompok-kelompok tersebut perlu dibentuk. Pertama; pertimbangan internal sasaran. Kedua; pertimbangan eksternal sasaran. Pada hakikatnya semua kegiatan pembangunan memiliki empat masalah utama yang dihadapi oleh setiap pemberi program, yaitu uang, tenaga, waktu dan luasnya wilayah pelayanan.

            Dengan pembentukan kelompok diharapkan mampu mengatasi keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi oleh para petani sekaligus mampu membantu para petugas atau lembaga pemberi program untuk meningktkan efektivitas serta efisien kegiatan dalam kurun waktu, dana dan tenaga yang tersedia. Dengan kata lain, pembentukan kelompok akan mampu mengoptimalisasikan kerja para petugas di lapangan dan juga modal-modal masyarakat desa. Karena itulah pendekatan kelompok merupakan suatu pendekatan yang sangat efektif dan menjadi model dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia saat ini.

            Masalah kedinamisan suatu kelompok sangatlah penting sebab keadaan tersebut dapat menjamin keberhasilan kelompok kerja secara efektif untuk mencapai tujuan masing-masing kelompok maupun masing-masing anggota.

            Masalah kedinamisan serta efektivitas kerja kelompok dalam kaitannya dengan proses komunikasi suatu program inovatif ke dalam suatu system social, khususnya ke dalam kelompok masyarakat sebagai mana yang kita lakukan dalam program IDT saat ini mengandung dua masalah utama, yaitu:

1)      Aspek organisatoris dalam kelompok

Seorang petugas lapangan, seperti PPL, komunikator, motivator, atau pendamping IDT harus mengatur suatu strategi komunikasi yang efisien dan efektif di dalam kelompok agar tiap  kelompok memiliki dinamika positif dalam mengejar tujuan masing-masing kelompok secara efektif.

2)      Aspek manajemen pelaksanaan program

Dalam mengatur perkenalan suatu program inovatif maupun penerapannya, membutuhkan kemampuan komunikasi inter-personal yang mantap. Sebab dalam tahap ini seorang petugas akan berhadapan dengan banyak masalah yang harus ditengahi, seperti menentukan waktu, menentukan anggaran dll.

DIMENSI DINAMIKA KELOMPOK

            Dalam kehidupan berkelompok seperti ini aspek komunikasi sangat dominan peranannya. Komunikasi yang efektif selain memberikan informasi ke dalam kelompok tentang suatu program secara efektif, juga dapat meredam kesimpang-siuran informasi yang berakibat pada keretakan hubungan antara sesama anggota di dalam kelompok.

            Secara sosiologis, Gillin dan Gillin (1954) menyebutkan bahwa di dalam interaksi akan terjadi dua bentuk interaksi social, yakni proses asosiasi dan proses disosiasi.

Asosiasi ini dapat berbentuk:
1)      Kerja sama,
2)      Gotong royong, dan
3)      Asimilasi

Sedangkan proses disosiasi dapat berbentuk:
1)      Persaingan,
2)      Kontravensi, dan
3)      Konflik.


BENTUK ASOSIASI

            Bentuk asosiasi di dalam suatu kelompok social dapat dibedakan menjadi:

a)      Kerja sama; yaitu bentuk aktivitas para anggota di dalam suatu kelompok secara bersama yang didasari oleh kesamaan presepsi tentang sesuatu hal, kesamaan pandangan, kesamaan kepentingan, kesamaan kebutuhan dan masalah, kesamaan tujuan, kesamaan merasa senasib dan sependeritaan.
b)      Akomodasi; para sosiolog melihat dua aspek dalam akomodasi ini, yakni aspek keadaan dan aspek proses.
c)      Asimilasi; para sosiolog memberikan batasan antara asimilasi, integrasi dan akulturasi.

BENTUK DISOSIASI

            Bentuk disosiasi di dalam suatu kelompok dapat dibedakan menjadi:

a)      Persaingan; para anggota kelompok di dalam interaksinya selalu terjadi aktivitas untuk menarik perhatian umum atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan maupun ancaman.
b)      Kontravensial; bentuk ini merupakan transisi antara persaingan dan konflik. Di dalam masyarakat atau kelompok kita akan melihat selalu terjadi kontrovensial ini seperti:
1)      Penolakan, keengganan, protes serta perbuatan yang mengacau pihak lawan.
2)      Menyangkal pernyataan anggota lain atau para pengurus di muka umum, mencerca, selebaran dan lain-lain.
3)      Yang lebih kuat berupa penghasutan.
4)      Menfitnah, seperti mengemukakan rahasia pihak lawan atau khianat.
5)      Bersifat taktis.
c)      Konflik, yaitu pertentangan atau pertikaian. Akibat dari konflik tersebut adalah:
1)      Bertambahnya solidaritas dan rasa kesatuan dari kelompok tersebut
2)      Akan terjadi keretakan suatu kelompok dan membentuk kelompok lain yang lebih kecil dan saling tidak berhubungan
3)      Perubahan kepribadian dari orang-orang sehingga akan tetap bertahan pada kepribadiannya sendiri ada juga yang berubah
4)      Hancurnya harta benda dan korban jiwa manusia

Yenkins (1961) yang dikutip Suyatna (1982) mengemukakan bahwa dinamika kelompok adalah kekuatan-kekuatan di dalam suatu kelompok yang menentukan perilaku kelompok dan perilaku para anggota kelompok untuk mencapai tujuan kelompok.

Margono (1978) dengan menggunakan pendekatan psikologis menyebutkan bahwa tingkat kedinamisan suatu kelompok bergantukng pada 8 faktor, yakni:
1)      Tujuab kelompok
2)      Struktur kelompok
3)      Fungsi tugas
4)      Pembinaan kelompok
5)      Kesatuan kelompok
6)      Suasana kelompok
7)      Tekanan pada kelompok
8)      Efektivitas kelompok

Masing-masing faaktor tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1)      Tujuan kelompok; tujuan kelompok yang ditetapkan haruslah dilihat daripada tujuan masing-masing anggota dalam kelompok yang bersangkutan. Hubungan antara tujuan kelompok dan tujuan anggota sebagai individu berupa:

a)      Sepenuhnya bertentangan
b)      Sebagai bertentangan
c)      Netral
d)     Searah
e)      Identik

2)      Struktur kelompok; struktur kelompok yakni bagaimana kelompok tersebut mengatur dirinya sendiri dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Hal yang harus diperhatikan dalam kelompok dalam kaitannya dengan struktur kelompok adalah:

a)      Struktur kekuasaan dan pengambilan pekerjaan
b)      Struktur tugas dan pembagian pekerjaan
c)      Struktur yaitu aliran-aliran komunikasi yang terjadi di dalam kelompok

3)      Fungsi tugas; yakni apa yang seharusnya dilaksanakan oleh kelompok untuk mencapai tujuannya. Setiap kelompok harus melaksanakan usaha-usaha tertentu untuk mencapai keadaan-keadaan sebagai berikut:

1)      Adanya keputusan di kalangan para anggota karena tercapainya tujuan kelompok dan tujuan pribadi
2)      Para anggota selalu mendapatkan informasi baru sehingga mereka selalu dapat meningkatnkan tujuan yang ingin dicapainya dan juga dan juga dapat meningkatkan keterampilan serta metode untuk mencapai tujuan
3)      Kesimpangsiuran dapat dicegah karena adanya koordinasi yang baik
4)      Para anggota selalu bergairah untuk berpartisipasi karena selalu ada motivasi
5)      Komunikasi di dalam kelompok berjalan baik dan lancer
6)      Kelompok terutama pengurus dapat menjelaskan hal-hal tertentu kepada anggotanya, jika anggota menghadapi situasi yang membingungkan

4)      Pembinaan kelompok, yaitu; suatu usaha untuk menjaga kehidupan kelompok. Oleh karena itu perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a)      Mengusahakan adanya kegiatan-kegiatan yang melibatkan seluruh anggota kelompok
b)      Menyediakan fasilitas yang diperlukan
c)      Melakukan koordinasi, pengawasan, serta menjaga lancarnya suasana komunikasi di dalam kelompok yang merupakan bagian yang sangat penting daripada kegiatan pembinaan kelompok
d)     Pendataan anggota. Hal ini sangatlah penting karena biasanya anggota di dalam suatu kelompok berpindah usaha dari satu desa ke desa yang lain.

5)      Kesatuan kelompok; disebut juga kekompakan kelompok, yakni adanya rasa ketertarikan yang kuat di antara anggota terhadap kelompok. Kesatuan kelompok ditentukan oleh:

a)      Kepemimpinan dan keanggotaan.
b)      Pandangan anggota terhadap nilai-nilai yang melekat pada tujuan yang dikejar kelompok.
c)      Homogenitas, integritas dan kerja sama.

6)      Suasana kelompok atau atmosfir, yakni keadaan moral, sikap dan perasaan-perasaan yang umum terdapat di dalam kehidupan kelompok. Suasana kelompok ini dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut:

a)      Hubungan antara para anggotanya.
b)      Kebebasan anggota untuk berpartisipasi, apakah ada suasana bebas atau semuanya serba diawasi atau dikekang.
c)      Ketersediaan lingkungan fisik yang menunjang kehidupan kelompok.

7)      Tekanan kelompok, yakni segala sesuatu yang dapat menimbulkan ketegangan dalam kelompok. Tekanan itu dapat berasal dari dalam kelompok, dapat juga berasal dari luar kelompok. Factor-faktor yang mempengaruhi ketegangan antara lain:

a)      Adanya tuntutan-tuntutan atau keinginan dari para anggota dapat menimbulkan ketegangan, yang dapat meningkatkan, mengurangi atau mematikan kedinamisan kelompok.
b)      Adanya system penghargaan dan penghukuman di dalam kelompok
c)      Tekanan yang berasal dari luar kelompok, juga berpengaruh terhadap kedinamisan kelompok.

8)      Efektivitas kelompok. Efektivitas kelompok mempunyai pengaruh timbale balik  dengan kedinamisan kelompok. Kelompok yang efektif akan meningkatkan atau mempertahankan kedinamisan kelompok, kelompok yang dinamis akan meningkatkan atau mempertahankan kedinamisan kelompok, kelompok yang dinamis akan meningkatkan efektifitas kelompok.

Hasil penelitian yang dilakukan penulis pada kelompok petani keci; ‘maju terus ’ di desa tarus kecamatan kupang tengah kabupaten kupang tahun 1990 dengan pendekatan tersebut di atas menunjukan bahwa kelompok tersebut berdinamika tinggi. Namun bila dilihat beberapa unsur yang harus mendapat perhatian secara serius dalam pembinaan kelompok di masa yang akan diperoleh adalah:

1)      Unsur struktur kelompok
2)      Unsur fungsi tugas
3)      Unsur pembinaan kelompok
4)      Unsur suasana kelompok
5)      Unsur tekanan kelompok

Namun perlu juga diperhatikan factor kegairahan para anggota dalam kelompok untuk mendinamiskan kehidupan kelompok. Hasil penelitian Dudung pada kelompok petani sawah di jawa barat tahun 1985 menyebutkan bahwa factor yang berpengaruh terhadap kegairahan kerja petani dalam kelompok adalah citra mereka tentang dukungan dan pengakuan yang didapatkannya dari para tokoh acuan sebagai berikut:

1)      Sesame anggota kelompok inti
2)      Anggota kelompok tani
3)      Kepala desa dan pamong desa lainnya
4)      PPL
5)      Petugas BRI unit Desa
6)      Pengecer saprodi-kios
7)      Alim ulama


5.5       STRATEGI PRAKTIS MELAKUKAN PERSIAPAN SOSIAL MASYARAKAT

            Berdasarkan pengalaman para petugas lapangan LSM/LPSM, maka dalam melakukan persiapan social pada masyarakat sebelum mereka menerima suatu program inovatif, dapat dibagi ke dalam dua tahap, yaitu:

Tahap pertama yaitu persiapan:

            Tahap ini merupakan upaya untuk menciptakan iklim prakondisi yang kondusif. U ntuk mencapainya maka hal-hal yang dilakukan dalam mekanisme persiapan social ini adalah sebagai berikut:

1)      Minta dukungan dan pendapat masyarakat terutama kaum elit desa sebelum musyawarah dimulai, dengan cara;

a)      Kunjungan pribadi kepada tokoh atau kaum elit desa.
b)      Kunjungan pribadi kepada tokoh masyarakat lainnya yang berpengaruh
c)      Kunjungan lain yang dianggap perlu yang sesuai dengan kondisi masyarakat setempat pada saat itu
d)     Membaur dengan masyarakat setempat sesuai adat dan budaya masyarakat setempat.

2)      Mengadakan pendekatan dengan berbagai lembaga social yang ada dalam masyarakat yang bersangkutan, baik LKMD maupun LSM yang bekerja dalam masyarakat yang bersangkutan.
3)      Manjajagi serta mengkonfirmasi kepastian waktu pelaksanaan musyawarah; tentang materi yang dimusyawarahkan; siapa-siapa yang hadir; kapan dan bagaimana mekanisme musyawarah berjalan.


Tahap kedua yaitu tahap proses pelaksanaan musyawarah

            Dalam tahap kedua seorang petugas harus melakukan hal-hal sebagai berikut:

1)      Pertemuan musyawarah; musyawarah ini sebaiknya dibuka oleh tokoh masyarakat setempat.
2)      Penjelasan maksud dan tujuan musyawarah. Disini seorang petugas bertindak sebagai nara sumber atau pemandu sehingga kemampuan seorang petugas dalam melakukan komunikasi interpersonal sangat dibutuhkan.
3)      Mengemukakan pendapat untuk mencapai mufakat:

a.       Pemandu menjelaskan topic-topik musyawarah, kemudian:
-          Peserta mengemukakan masalah yang dirasakan oleh diri sendiri dan atau dirasakan masyarakat.
-          Peserta dapat menemukan mana masalah yang penting dan mana masalah yang kurang penting
b.      Penjelasan tahap musyawarah harus dilaksanakan secara bertahap sebagai berikut:
b.1. musyawarah tahap pertama dilakukan dalam kelompok kecil yaitu berjumlah 1-5 orang:
      a. petugas lapangan menjelaskan bahwa dalam kelompok kecil kita harus mendengar oendapat dari setiap peserta tentang masalah atau kesulitan yang sedang dialami.
      b. hasil musyawarah ini harus dibahas kembali untuk mendapat masalah yang memenuhi skala prioritas dan dipilih atas kesepakatan bersama.

b.2. musyawarah tahap kedua: musyawarah ini merupakan gabungan kelompok-kelompok kecil dalam musyawarah pertama.


5.6       STRATEGI PRAKTIS MENGGALI KEBUTUHAN MASALAH DAN ENTRY POINT

            Pengalaman para praktisi pengembangan masyarakat, terutama oleh para LSM/LPSM dalam menggali kebutuhan nyata masyarakat desa dan masalah yang sedang mereka hadapi pada saat itu serta upaya menanggulanginya melalui kegiatan awal atau program awal adalah sebagai berikut:

  1. Pendekat dengan tokoh masyarakat, baik pendekatan secara formal maupun pendekatan non formal terhadap tokoh-tokoh tersebut adalah aparat desa, pengurus LKMD, pemuka adat, pemuka agama, guru, para petugas serta tokoh lain yang dianggap memiliki pengaruh terhadap proses pelaksanaan pembangunan di wilayah tersebut.
  2. Mengadakan silaturahmi yaitu dengan jalan berbaur dengan masyarakat lainnya.
  3. Melakukan kegiatan survey social-ekonomi yang melibatkan tokoh masyarakat setempat.
  4. Melakukan analisis terhadap data yang telah terkumpul melalui survey dengan melakukan evaluasi recheck.
  5. Melakukan evaluasi kembali terhadap hasil analisis di atas.
  6. Membuat rencana kerja bersama masyarakat berdasarkan pertimbangan skala prioritas. Beberapa factor yang harus diperhatikan dalam menyusun skala prioritas adalah:

a.       Sifat kegiatan. Apakah kegiatan tersebut bersifat rintisan atau sebagai ikutan untuk mendukung program yang telah ada sebelumnya. Biasanya untuk kegiatan rintisan yang mampu mengoptimalisasikan potensi alam maupun masyarakat setempat untuk meningkatakan pendapatan masyarakat mendapat prioritas pertama.
b.      Relevansi kegiatan. Apakah kegiatan tersebut memiliki relevansi dengan program pembangunan pemerintah dan relevansi kuat dengan kedua aspek di atas harus mendapat prioritas dibandingkan dengan kegiatan lainnya.
c.       Potensi local yang tersedia. Setiap program yang dikembangkan ke dalam masyarakat desa harus mampu mengembangkan potensi yang tersedia dalam masyarakat bersangkutan. Oleh karena itu, setiap program atau teknologi yang dikembangkan haruslah bersifat tepat guna.
d.      Biaya. Biasanya sesuatu kegiatan membutuhkan biaya tertantu. Program yang bersifat padat karya dan tidak bersifat padat modal akan menjadi prioritas untuk dikembangkan.
e.       Waktu. Jika suatu program membutuhkan waktu relative singkat tetapi dapat memberikan hasil dalam memecahkan masalah serta memenuhi kebutuhan masyarakat setempat akan dijadikan prioritas utama.
f.       Urgenitas. Jika masalah yang dihadapi masyarakat berdsifat mendesak atau urgen, artinya jika masalah tersebut tidak ditangani akan memberikan kerugian ekonomi social, bagi masyarakat yang bersangkutan serta kerugian politik bagi pemerintah atau lembaga non pemerintah.

  1. Pelaksanaan program bersama masyarakat serta melibatkan kelompok-kelompok masyarakat yang telah ada.
  2. Melakukan evaluasi hasil dari pelaksanaan program bersama masyarakat.




RINGKASAN

Dalam sejarah pembangunan suatu bangsa biasanya digunakan dua macam pendekatan, yaitu :
           
1)                  pendekatan CETAK BIRU (blue print approach) dan
2)                  pendekatan interactive or social learning process.

Pendekatan terakhir ini MICHAEL CERNEA (1984) disebut dengan community based development approach.

            Memasuki PJPT-2 ini sebenarnya kita memiliki banyak peluang untuk mewujudkan serta meningkatkan peran serta aktif masyarakat Indonesia dalam pembangunan. Misalnya:
3)      Arah GBHN tahun 1993 serta konsep pembanguna era PJPT-2 ini dipprioritaskan pada peningkatan peranan daerah untuk mencapat otonomi daerah yang mantap.
4)      Peningkatan kualitas manusia merupakan aspek prioritas dalam pembangunan saat ini dan di masa yang akan datang.

Analisis proses partisipasi atau peran serta aktif masyarakat ini menjadi sangat penting karena demikianlah usaha komunikasi program pembangunan ke dalam masyarakat akan memperoleh hasil yang maksimal. Selain itu, analisis ini sangat urgen, apalagi dalam era demokrasi, karena berbagai aspek terkait dengan partisipasi ini dapat terekam serta dapat mengembangkan program yang mengutamakan pada tujuan terciptanya peran serta aktif (partisipasi) positif masyarakat dalam pembangunan.

            Analisis yang dimaksud meliputi empat tahap yang meliputi:

5)      Tahap penumbuhan ide untuk membangun dan perencanaan,
6)      Tahap pengambilan keputusan,
7)      Tahap pelaksanaan dan evaluasi,
8)      Tahap pembagian keuntungan ekonomis atau benefit ceries;

5)      Tahap pertama: tahap penumbuhan ide atau gagasan dan perencanaan progam.
6)      Tahap kedua: tahap pengambilan keputusan. Landasan filosofi dalam tahap ini adalah bahwa setiap orang akan merasa dihargai jika mereka dihargai jika mereka diajak untuk berkompromi, memberikan pemikiran-pemikiran dalam membuat keputusan untuk membangun diri, keluarga, daerah, bangsa dan negaranya.
7)      Tahap ketiga: tahap pelaksanaan dan evaluasi. Untuk mewujudkan kondisi masyarakatagar berpartisipasi di dalam melaksanakan setiap paket program pembangunan yang telah dikomunikasikan ke dalam masyarakat yang bersangkutan, masyarakat harus dilibatkan kedalam pelaksanaan program pembangunan.
Tahap keempat: tahap pembagian keuntungan ekonomis. Tahap ini ditekankan pada pemanfaatan program pembangunan yang diberikan secara merata kepada seluruh anggota masyarakat dalam desa atau wilayah yang bersangkutan.

Beberapa keuntungan dengan menggunakan pendekatan arus balik ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
8)      Program yang diberikan yang didasarkan pada analisis situasi ril akan lebih mudah mengoptimalisasikan potensi sumberdaya alam manusia yang kita miliki.
9)      Pemerintah ataupun organisasi non pemerintah melalui agen pembangunan di masyarakat desa dapat merencanakan pembangunan bersama masyarakat, menguntungkan sesuatu, melaksanakan sesuatu yang berdasarkan tuntutan masalah dan kebutuhan masyarakat yang sangat mendesak pada saat itu.
10)  Agen pembangunan bersama masyarakat dapat mempelajari secara bersama-sama cara untuk menggali kebutuhan, masalah di dalam masyarakat pada saat itu, serta mampu mrnentukan program awal.
11)  Pemberian atau komunikasi setiap program ke dalam alam pemikiran serta situasi masyarakat sekitar dapat didahului oleh persiapan social bagi masyarakat penerima program.
12)  Impian bottom up planning yang selama ini kita dambakan secara perlahan akan menjadi suatu kenyataan, karena pendekatan ini akan menitik-beratkan pada pendekatan kemayarakatan.
13)  Dengan pendekatan arus balik ini masyarakat akan merasa setiap program yang diberikan oleh komunkator atau pendamping peogram IDT, akan benar-benar bermanfaat bagi kepentingan hidup masyarakat itu sendiri karena secara langsung menyentuh kepentingan mereka yang hakiki.
14)  Terjalinnya mekanisme kerja sama saling percaya dan saling mendukung antara para petugas di lapangan bersama aparat pemerintah desa, tokoh masyarakat lainnya serta masyarakat secara menyeluruh.

Paling sedikit enam prakondisi yang harus dipenuhi dalam menggunakan pembangunan arus balik ini, yaitu:

7)      Meningkatkan mutu pengawasan, baik secara horinzonal maupun vertical, secara langsung maupun tidak langsung.
8)      Mewujudkan pola kerja KISS (koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplikasi = kesederhanaan) yang mantab, sehingga tidak terjadi keangkuhan sektoral sebagaimana yang pernah disinyalir oleh bapak Try Sutrisno.
9)      Kendalan kemampuan petugas lapangan, para komunikator harus ditingkatkan.
10)  Perlu perbaikan aspek eksternal bagi para komunikator, untuk memotivasi para petgas tersebut agar mereka bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab serta mampu meningkatkan produktivitas mereka dalam berkarya.
11)  Parisipasi yang dituntut bukan saja dari masyarakat umum penerimaan program pembangunan, akan tetapi partisipasi ini juga harus tumbuh dalam kalangan atas serta petugas lapangan itu sendiri.
12)  Kita dituntut untuk saling menolong, saling melengkapi dalam melaksanakan tugas di lapangan sehingga mampu menciptakan pola kerja yang berdaya dan berhasil guna dalam menumbuhkan partisipasi atau peran serta masyarakat dalam pembangunan pedesaan.

Gagasan untuk mengembangkan kegiatan lokakarya di desa ini, memiliki keuntungan sedikitnya 9 hal, yaitu:

1)      Menghemat biaya. Biaya yang dibutuhkan untuk melaksanakan lokakarya di desa, terutama untuk membeli barang-barang kebutuhan konsumsi dan lainnya akan lebih murah jika dibandingkan dengan biaya pelaksanaan lokakarya di kota.
2)      Akan sangat menunjang program peningkatan sumberdaya manusia di pedesaan.
3)      Melatih para peserta atau petugas lainnya untuk lebih mengenal, mencintai desa sekaligus dapat membina etos kerja.
4)      Dapat mewujudkan rasa percaya diri masyarakat desa serta secara perlahan membuka isolasi berpikir masyarakat desa terhadap hal-hal yang datang dari luar lingkungan mereka.
5)      Akan lebih banyak melibatkan peserta dari desa tanpa harus mengeluarkan biaya tambahan.
6)      Materi yang dibahas serta studi lapangan langsung mengenai masalah serta kebutuhan masyarakat desa pada saat itu.
7)      Pengamalan petani di lapangan serta berbagai kendala yang dihadapi petani dapat secara langsung dibahas atau ditelaah secara ilmiah oleh para instruktur.
8)      Karena lokakarya ini dilakukan di desa, maka makanan khas daerah atau di desa tersebut dapat dihidangkan sebagai makanan tambahan bagi para peserta. Hal ini berarti mendukung program pengembangan diverifikasikan bahan pangan non-beras.
9)      Sesuai dengan motto dunia penyuluhan pertanian, yaitu go to the people, live, learn and love them. Start and built with what they know and they have.

Selanjutnya hasil penelitian disertai Dudung membuktikan bahwa partisipasi petani di dalam kelompok dipengaruhi oleh factor-faktor sebagai berikut:

11)  Manfaat rencana kerja kelompok;
12)  Pengakuan kelompok terhadap karya anggota;
13)  Kebenaran norma yang dijadikan alat ukur;
14)  Kemampuan kelompok inti dalam kelompok khusus untuk meyelesaikan masalah;
15)  Manfaat informasi yang diterima
16)  Kepentingan kelompok inti;
17)  Kejujuran kelompok inti;
18)  Pengakuan dan dukungan sesame anggota;
19)  Keuntungan ekonomis yang didapat;
20)  Kelancaran pelayanan sarana.

Dalam mengembangkan partisipasi anggota secara berkelompok perlu menggunakan pendekatan  PAM yang dikembangkan oleh Prof. S. Chamala, untuk pengembangan Group Skill Management for Land Care.

Model ini dikembangakan atas pertimbangan:

5)      Bahwa tujuan pembangunan adalah meningkatkan kemampuan anggota masyarakat local khususnya dalam masyarakat umum;
6)      Dalam alam demokrasi sekarang ini, masyarakat memiliki hak dan tanggung jawab di dalam pembangunan untuk menentukan masa depannya sendiri, akan tetapi mereka tidak mengetahui mekanisme serta kemampuannya untuk berpartisipasi di dalam pembangunan dalam alam demokrasi ini;
7)      Melalui PAM ini masyarakat dapat menciptakan struktur untuk membangun kelompok meupun perorangan yang memungkinkan mereka dapat berperan aktif dalam berbagai tingkatan terutama dalam konservasi lahan dan air;
8)      PAM ini dibutuhkan karena;

d)     Pembangunan pedesaan sekarang ini semakin kompleks;
e)      Pemerintah memiliki keterbatasan dalam hal sumberdaya;
f)       The expert system membutuhkan pengetahuan masyarakat yang sebenarnya tersedia pada masyarakat biasa atau grass roots.

PERTANYAAN

1)      Mengapa model CETAK BIRU oleh Pemerintah Orde Baru?
Jawab: Situasi pada saat berlangsungnya revolusi fisik, seperti revolusi untuk memperbutkan kemerdekaan dari tangan penjajah, kemudian revolusi fisik lainnya untuk memperebutkan atau mengubah ideology Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dikenal dengan Gerakan 30 September 1965 atau G 30 S PKI (Partai Komunis Indonesia), dengan beberapa rongrongan lainnya, merupakan peristiwa-peristiwa sejarah yang mempunyai andil cukup besar dalam menciptakan situasi rawan pangan di Indonesia pada tahun 60-an. Dalam pada itu, teori kesohor pertumbuhan produksi makanan dan pertumbuhan penduduk dari Robert Maltus berjalan normal tanpa pengaruh oleh situasi dan keadaan yang dihadapi masyarakat dan pemerintah Indonesia pada saat itu.
2)      Mengapa peran aktif saat ini menjadi semakin penting tatkala kita memasuki era pembangunan Jangka Panjang Tahap ke-2?
Jawab: Beberapa alasan yang dapat dikemukakan sebagai berikut:

1)      Kita sedang berada dalam masa transisi dlam pembangunan,antara era pertanian dan era industrialisasi baik di bidang pertanian maupun di bidang non pertanian.
2)      Terciptanya keterbukaan dan demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara kita saat ini.
3)      Pengaruh globalisasi yang sangat kuat dalam peri kehidupan rakyat dan bangasa Indonesia.
4)      Sebanyak 27 juta rakyat Indonesia masih hidup di bawah garis kemiskinan.
5)      Berkembangnya etos kerja yang negatif.
Serta berbagai masalah social yang masih mewarnai kehidupan.


1 komentar:

  1. How to play Roulette online for real money | DRMCD
    Roulette 파주 출장샵 is a very 안성 출장안마 popular 경상북도 출장샵 game, especially when it's 원주 출장마사지 played against other players. Learn 당진 출장샵 how to play roulette with these tools, and start winning

    BalasHapus