Pengetian sosilogi
Seorang manusia akan memiliki
perilaku yang berbeda dengan manusia lainnya walaupun orang tersebut kembar siam. Ada yang baik hati suka
menolong serta rajin menabung dan ada pula yang prilakunya jahat yang suka
berbuat kriminal menyakitkan hati. Manusia juga saling berhubungan satu sama
lainnya dengan melakukan interaksi dan membuat kelompok dalam masyarakat.
Sosiologi berasal dari bahasa yunani
yaitu kata socius dan logos, di mana socius memiliki arti kawan / teman dan
logos berarti kata atau berbicara. Menurut Bapak Selo Soemardjan dan Soelaiman
Soemardi, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial.
Menurut ahli sosiologi lain yakni
Emile Durkheim, sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari fakta-fakta
sosial, yakni fakta yang mengandung cara bertindak, berpikir, berperasaan yang
berada di luar individu di mana fakta-fakta tersebut memiliki kekuatan untuk
mengendalikan individu.
Objek dari sosiologi adalah masyarakat
dalam berhubungan dan juga proses yang dihasilkan dari hubungan tersebut.
Tujuan dari ilmu sosiologi adalah untuk meningkatkan kemampuan seseorang untuk
menyesuaikan diri atau beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Pokok bahasan dari ilmu sosiologi
adalah seperti kenyataan atau fakta sosial, tindakan sosial, khayalan
sosiologis serta pengungkapan realitas sosial.
Tokoh utama dalam sosiologi adalah
Auguste Comte (1798-1857) berasal dari perancis yang merupakan manusia pertama
yang memperkenalkan istilah sosiologi kepada masyarakat luas. Auguste Comte
disebut sebagai Bapak Sosiologi di dunia internasional. Di Indonesia juga
memiliki tokoh utama dalam ilmu sosiologi yang disebut sebagai Bapak Sosiologi Indonesia
yaitu Selo Soemardjan / Selo Sumarjan / Selo Sumardjan.
Devinisi
antropologi
Antropologi adalah suatu studi ilmu yang mempelajari tentang manusia
baik dari segi budaya, perilaku, keanekaragaman, dan lain sebagainya.
Antropologi adalah istilah kata bahasa Yunani yang berasal dari kata anthropos
dan logos. Anthropos berarti manusia dan logos memiliki arti cerita atau kata.
Objek dari antropologi adalah manusia di dalam masyarakat
suku bangsa, kebudayaan dan prilakunya. Ilmu pengetahuan antropologi memiliki
tujuan untuk mempelajari manusia dalam bermasyarakat suku bangsa, berperilaku
dan berkebudayaan untuk membangun masyarakat itu sendiri.
Macam-Macam Jenis Cabang Disiplin Ilmu Anak Turunan
Antropologi :
A. Antropologi Fisik
1. Paleoantrologi adalah ilmu yang mempelajari asal usul manusia
dan evolusi manusia dengan meneliti fosil-fosil.
2. Somatologi adalah ilmu yang mempelajari keberagaman ras
manusia dengna mengamati ciri-ciri fisik.
B. Antropologi Budaya
1. Prehistori adalah ilmu yang mempelajari sejarah
penyebaran dan perkembangan budaya manusia mengenal tulisan.
2. Etnolinguistik antrologi adalah ilmu yang mempelajari
suku-suku bangsa yang ada di dunia / bumi.
3. Etnologi adalah ilmu yang mempelajari asas kebudayaan
manusia di dalam kehidupan masyarakat suku bangsa di seluruh dunia.
4. Etnopsikologi adalah ilmu yang mempelajari kepribadian
bangsa serta peranan individu pada bangsa dalam proses perubahan adat istiadat
dan nilai universal dengan berpegang pada konsep psikologi.
Pengertian
Sistem
Sistem berasal dari bahasa Latin dan Yunani, istilah "sistem"
diartikan sebagai mengabungkan, untuk mendirikan, untuk menempatkan bersama.
Sistem adalah kumpulan elemen berhubungan yang merupakan suatu kesatuan.
Sistem adalah Suatu jaringan kerja dari prosedur-prosedur yang saling
berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk
menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
System is an organized scheme or method (Sistem adalah kumpulan skema
atau metode).
Pengertian social budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta
yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam bahasa
Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu
mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau
bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur"
dalam bahasa Indonesia.
Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan
serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan
lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu
masyarakat.
Menurut Edward B.
Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya
terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Perubahan sosial
budaya dapat terjadi bila sebuah kebudayaan melakukan kontak dengan kebudayaan
asing. Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial
dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
Pengertian kebudayaan
Kebudayaan
sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw
Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat
ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits
memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke
generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma
sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius,
dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang
menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut
Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut
Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya,
rasa, dan cipta masyarakat.
Dari
berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan
adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem
ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan
sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan
adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya,
berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola
perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan
lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan
kehidupan bermasyarakat.
wujud
komponen kebudayaan
Wujud
Menurut
J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
Gagasan
wujud ideal
Wujud
ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan ide-ide, gagasan,
nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang sifatnya abstrak;
tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak dalam
kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat tersebut
menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari kebudayaan
ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para penulis warga
masyarakat tersebut.
Aktivitas
Aktivitas
adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem sosial. Sistem
sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling berinteraksi,
mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut pola-pola
tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi dalam
kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
Artefak
Artefak
adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas, perbuatan, dan
karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau hal-hal yang dapat
diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret diantara ketiga
wujud kebudayaan.
Dalam
kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak bisa
dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan
ideal mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak)
manusia.
Komponen
Berdasarkan
wujudnya tersebut, kebudayaan dapat digolongkan atas dua komponen utama:
Kebudayaan
material
Kebudayaan
material mengacu pada semua ciptaan masyarakat yang nyata, konkret. Termasuk
dalam kebudayaan material ini adalah temuan-temuan yang dihasilkan dari suatu
penggalian arkeologi: mangkuk tanah liat, perhisalan, senjata, dan seterusnya.
Kebudayaan material juga mencakup barang-barang, seperti televisi, pesawat
terbang, stadion olahraga, pakaian, gedung pencakar langit, dan mesin cuci.
Kebudayaan
nonmaterial
Kebudayaan
nonmaterial adalah ciptaan-ciptaan abstrak yang diwariskan dari generasi ke
generasi, misalnya berupa dongeng, cerita rakyat, dan lagu atau tarian
tradisional.
Sistem kekerabatan dan organisasi sosial
Sistem kekerabatan merupakan bagian
yang sangat penting dalam struktur sosial. Meyer Fortes mengemukakan bahwa
sistem kekerabatan suatu masyarakat dapat dipergunakan untuk menggambarkan
struktur sosial dari masyarakat yang bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit
sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau
hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu,
cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian
sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang
jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri,
dan paroh masyarakat Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok kekerabatan
lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga
unilateral.
Sementara itu, organisasi sosial adalah perkumpulan sosial
yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak
berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam
pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama,
manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang
tidak dapat mereka capai sendiri.
Bahasa
Bahasa adalah alat atau perwujudan budaya yang digunakan
manusia untuk saling berkomunikasi atau berhubungan, baik lewat tulisan, lisan,
ataupun gerakan (bahasa isyarat), dengan tujuan menyampaikan maksud hati atau
kemauan kepada lawan bicaranya atau orang lain. Melalui bahasa, manusia dapat
menyesuaikan diri dengan adat istiadat, tingkah laku, tata krama masyarakat,
dan sekaligus mudah membaurkan dirinya dengan segala bentuk masyarakat.
Bahasa
memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam
pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah
kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
kesenian
Kesenian mengacu pada nilai keindahan (estetika) yang berasal
dari ekspresi hasrat manusia akan keindahan yang dinikmati dengan mata ataupun
telinga. Sebagai makhluk yang mempunyai cita rasa tinggi, manusia menghasilkan
berbagai corak kesenian mulai dari yang sederhana hingga perwujudan kesenian
yang kompleks.
Sistem kepercayaan
Ada
kalanya pengetahuan, pemahaman, dan daya tahan fisik manusia dalam menguasai
dalam menguasai dan mengungkap rahasia-rahasia alam sangat terbatas. Secara
bersamaan, muncul keyakinan akan adanya penguasa tertinggi dari sistem jagad
raya ini, yang juga mengendalikan manusia sebagai salah satu bagian jagad raya.
Sehubungan dengan itu, baik secara individual maupun hidup
bermasyarakat, manusia tidak dapat dilepaskan dari religi atau sistem kepercayaan
kepada penguasa alam semesta.
Agama dan sistem kepercayaan lainnya seringkali
terintegrasi dengan kebudayaan. Agama (bahasa Inggris: Religion, yang
berasar dari bahasa Latin religare, yang berarti
"menambatkan"), adalah sebuah unsur kebudayaan yang penting dalam
sejarah umat manusia. Dictionary of Philosophy and Religion (Kamus
Filosofi dan Agama) mendefinisikan Agama sebagai berikut:
sebuah institusi dengan keanggotaan yang diakui dan
biasa berkumpul bersama untuk beribadah, dan menerima sebuah paket doktrin yang
menawarkan hal yang terkait dengan sikap yang harus diambil oleh individu untuk
mendapatkan kebahagiaan sejati.
Agama biasanya memiliki suatu prinsip, seperti
"10 Firman" dalam agama Kristen atau "5 rukun Islam" dalam
agama Islam. Kadang-kadang agama dilibatkan dalam sistem pemerintahan, seperti
misalnya dalam sistem teokrasi. Agama juga mempengaruhi kesenian.
Penetrasi kebudayaan
Yang dimaksud dengan
penetrasi kebudayaan adalah masuknya pengaruh suatu kebudayaan ke kebudayaan
lainnya. Penetrasi kebudayaan dapat terjadi dengan dua cara:
Penetrasi damai (penetration
pasifique)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan jalan damai. Misalnya, masuknya
pengaruh kebudayaan hindu ke Indonesia.
Penerimaan kedua macam kebudayaan tersebut tidak mengakibatkan konflik, tetapi
memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat. Pengaruh kedua kebudayaan ini
pun tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya masyarakat.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penyebaran kebudayaan secara damai akan menghasilkan Akulturasi, Asimilasi, atau Sintesis. Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli. Contohnya, bentuk bangunan Candi Borobudur yang merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan kebudayaan India. Asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru. Sedangkan Sintesis adalah bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Penetrasi kekerasan (penetration violante)
Masuknya sebuah kebudayaan dengan cara memaksa dan merusak. Contohnya,
masuknya kebudayaan Barat ke Indonesia pada zaman penjajahan
disertai dengan kekerasan sehingga menimbulkan goncangan-goncangan yang merusak
keseimbangan dalam masyarakat
Kebudayaan di antara masyarakat
Sebuah kebudayaan besar biasanya memiliki sub-kebudayaan (atau biasa disebut
sub-kultur), yaitu sebuah kebudayaan yang memiliki sedikit perbedaan dalam hal
perilaku dan kepercayaan dari kebudayaan induknya. Munculnya sub-kultur
disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya karena perbedaan umur, ras, etnisitas,
kelas,
aesthetik,
agama,
pekerjaan, pandangan politik
dan gender,
Ada beberapa cara yang
dilakukan masyarakat ketika berhadapan dengan imigran dan kebudayaan yang
berbeda dengan kebudayaan asli. Cara yang dipilih masyarakat tergantung pada
seberapa besar perbedaan kebudayaan induk dengan kebudayaan minoritas, seberapa
banyak imigran yang datang, watak dari penduduk asli, keefektifan dan
keintensifan komunikasi antar budaya, dan tipe pemerintahan yang berkuasa.
Monokulturalisme: Pemerintah mengusahakan
terjadinya asimilasi kebudayaan sehingga
masyarakat yang berbeda kebudayaan menjadi satu dan saling bekerja sama.
Leitkultur (kebudayaan inti): Sebuah
model yang dikembangkan oleh Bassam Tibi di Jerman. Dalam Leitkultur, kelompok
minoritas dapat menjaga dan mengembangkan kebudayaannya sendiri, tanpa
bertentangan dengan kebudayaan induk yang ada dalam masyarakat asli.
Melting Pot: Kebudayaan imigran/asing
berbaur dan bergabung dengan kebudayaan asli tanpa campur tangan pemerintah.
Multikulturalisme Sebuah kebijakan yang
mengharuskan imigran dan kelompok minoritas untuk menjaga kebudayaan mereka
masing-masing dan berinteraksi secara damai dengan kebudayaan induk.
Kebudayaan sebagai peradaban
Saat ini, kebanyakan orang memahami gagasan
"budaya" yang dikembangkan di Eropa pada abad ke-18 dan
awal abad ke-19. Gagasan tentang "budaya" ini merefleksikan adanya
ketidakseimbangan antara kekuatan Eropa dan kekuatan daerah-daerah yang
dijajahnya. Mereka menganggap 'kebudayaan' sebagai "peradaban"
sebagai lawan kata dari "alam". Menurut cara pikir ini, kebudayaan satu dengan
kebudayaan lain dapat diperbandingkan; salah satu kebudayaan pasti lebih tinggi
dari kebudayaan lainnya.
Pada prakteknya, kata kebudayaan merujuk pada
benda-benda dan aktivitas yang
"elit" seperti misalnya memakai baju yang berkelas, fine art, atau
mendengarkan musik klasik, sementara kata berkebudayaan
digunakan untuk menggambarkan orang yang mengetahui, dan mengambil bagian, dari
aktivitas-aktivitas di atas. Sebagai contoh, jika seseorang berpendendapat
bahwa musik klasik adalah musik yang "berkelas", elit, dan bercita
rasa seni, sementara musik tradisional dianggap sebagai musik yang kampungan
dan ketinggalan zaman, maka timbul anggapan bahwa ia adalah orang yang sudah
"berkebudayaan".
Orang yang menggunakan kata "kebudayaan"
dengan cara ini tidak percaya ada kebudayaan lain yang eksis; mereka percaya
bahwa kebudayaan hanya ada satu dan menjadi tolak ukur norma dan nilai di
seluruh dunia. Menurut cara pandang ini, seseorang yang memiliki kebiasaan yang
berbeda dengan mereka yang "berkebudayaan" disebut sebagai orang yang
"tidak berkebudayaan"; bukan sebagai orang "dari kebudayaan yang
lain." Orang yang "tidak berkebudayaan" dikatakan lebih
"alam," dan para pengamat seringkali mempertahankan elemen dari kebudayaan
tingkat tinggi (high culture) untuk menekan pemikiran "manusia alami" (human
nature)
Sejak abad ke-18, beberapa kritik sosial telah
menerima adanya perbedaan antara berkebudayaan dan tidak berkebudayaan, tetapi perbandingan
itu -berkebudayaan dan tidak berkebudayaan- dapat menekan interpretasi
perbaikan dan interpretasi pengalaman sebagai perkembangan yang merusak dan
"tidak alami" yang mengaburkan dan menyimpangkan sifat dasar manusia.
Dalam hal ini, musik tradisional (yang diciptakan oleh
masyarakat kelas pekerja) dianggap mengekspresikan "jalan hidup yang
alami" (natural way of life), dan musik klasik sebagai suatu
kemunduran dan kemerosotan.
Saat ini kebanyak ilmuwan sosial menolak untuk
memperbandingkan antara kebudayaan dengan alam dan konsep monadik yang pernah
berlaku. Mereka menganggap bahwa kebudayaan yang sebelumnya dianggap
"tidak elit" dan "kebudayaan elit" adalah sama -
masing-masing masyarakat memiliki kebudayaan yang tidak dapat diperbandingkan.
Pengamat sosial membedakan beberapa kebudayaan sebagai kultur populer (popular
culture) atau pop kultur, yang berarti barang atau aktivitas yang
diproduksi dan dikonsumsi oleh banyak orang.
Kebudayaan
sebagai "sudut pandang umum"
Selama Era Romantis,
para cendekiawan khususnya mereka yang peduli terhadap gerakan nasionalisme
- seperti misalnya perjuangan nasionalis untuk menyatukan Jerman, dan
perjuangan nasionalis dari etnis minoritas melawan Kekaisaran
Austria-Hongaria - mengembangkan sebuah gagasan kebudayaan dalam
"sudut pandang umum". Pemikiran ini menganggap suatu budaya
dengan budaya lainnya memiliki perbedaan dan kekhasan masing-masing. Karenanya,
budaya tidak dapat diperbandingkan. Meskipun begitu, gagasan ini masih mengakui
adanya pemisahan antara "berkebudayaan" dengan "tidak
berkebudayaan" atau kebudayaan "primitif."
Pada akhir abad ke-19, para ahli
antropologi telah memakai kata kebudayaan dengan definisi
yang lebih luas. Bertolak dari teori evolusi,
mereka mengasumsikan bahwa setiap manusia tumbuh dan berevolusi bersama, dan
dari evolusi itulah tercipta kebudayaan.
Pada tahun 50-an, subkebudayaan
- kelompok dengan perilaku yang sedikit berbeda dari kebudayaan induknya -
mulai dijadikan subyek penelitian oleh para ahli sosiologi.
Pada abad ini pula, terjadi popularisasi ide kebudayaan perusahaan -
perbedaan dan bakat dalam konteks pekerja organisasi
atau tempat bekerja.
Kebudayaan sebagai
mekanisme stabilisasi
Teori-teori yang ada saat ini menganggap bahwa
(suatu) kebudayaan adalah sebuah produk dari stabilisasi yang melekat
dalam tekanan evolusi menuju kebersamaan dan kesadaran bersama dalam suatu
masyarakat, atau biasa disebut dengan tribalisme
Perubahan
social budaya
Dalam suatu proses modernisasi, suatu proses
perubahan yang direncanakan, melibatkan semua kondisi atau nilai-nilai sosial
dan kebudayaan secara integratif. Atas dasar ini, semua fihak, apakah tokoh ?
Tokoh masyarakat, formal atau non-formal, anggota masyarakat lainnya, apakah
dalam skala individual atau pun dalam skala kelompok, seyogianya memahami dan
menyadari, bahwa, manakala salah satu aspek atau unsur sosial atau kebudayaan
mengalami perubahan, maka unsur-unsur lainnya mesti menghadapi dan
mengharmonisikan kondisinya dengan unsur-unsur lain yang telah berubah terlebih
dulu.
Oleh karena itu mesti memahami dan menyadari
bahwa sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan ada yang
berkualifikasi norma (norm) dan nilai (value). Di mana norma skala
keberlakuannya tergantung pada aspek waktu, ruang (tempat, dan kelompok
sosial yang bersangkutan; sedangkan nilai (value) skala keberlakuannya
lebih universal. Dalam tatanan masyarakat yang maju atau modern, maka
nilai-nilai sosial dan kultural yang bersifat universal mendominasi dan mengisi
semua mosaik kehidupan masyarakat yang bersangkutan.
Orientasi Perubahan
Yang dimaksudkan orientasi atau arah
perubahan di sini meliputi beberapa orientasi, antara lain (1) perubahan dengan
orientasi pada upaya meninggalkan faktor-faktor atau unsur-unsur kehidupan
sosial yang mesti ditinggalkan atau diubah, (2) perubahan dengan orientasi
pada suatu bentuk atau unsur yang memang bentuk atau unsur baru, (3)
suatu perubahan yang berorientasi pada bentuk, unsur, atau nilai yang telah eksis
atau ada pada masa lampau. Tidaklah jarang suatu masyarakat
atau bangsa yang selain berupaya mengadakan proses modernisasi pada berbagai
bidang kehidupan, apakah aspek ekonomis, birokrasi, pertahanan keamanan, dan
bidang iptek; namun demikian, tidaklah luput perhatian masyarakat atau bangsa yang
bersangkutan untuk berupaya menyelusuri, mengeksplorasi, dan menggali serta
menemukan unsur-unsur atau nilai-nilai kepribadian atau jatidiri
sebagai bangsa yang bermartabat.
Tidaklah jarang, bahwa tokoh-tokoh dan
ungkapan-ungkapan yang bernuansa seni sastra pada masa lampau, baik suatu
fenomena yang bernuansa imajinasi, yang ditampilkan oleh berbagai bentuk
ceritera rakyat atau folklore. Semuanya lazim menyadarkan atau
menampilkan nilai-nilai keteladanan, baik dalam aspek gagasan, aspek
pengorganisasian dan kegiatan sosial, maupun dalam aspek-aspek kebendaan.
Aspek-aspek ini senantiasa dimuati oleh nilai-nilai kearifan dan kebijakan yang
memberikan acuan bagaimana orang mesti berfikir, berasa, berkarsa dan
berkarya dalam upaya bertanggung jawab pada dirinya, pada sesamanya,
dan pada lingkungannya, serta pada Sang Khalik Yang Maha
Murbeng Alam ini. Nilai-nilai seperti inilah yang menjadi
nuansa-nuansa dalam membagun kepribadian atau jatidiri sebagian besar
masyarakat atau suatu kelompok bangsa dimanapun mereka berada.
Dalam memantapkan orientasi suatu proses
perubahan, ada beberapa faktor yang memberikan kekuatan pada gerak perubahan
tersebut, yang antara lain adalah sebagai berikut, (1) suatu sikap, baik skala
individu maupun skala kelompok, yang mampu menghargai karya pihak lain, tanpa
dilihat dari skala besar atau kecilnya produktivitas kerja itu sendiri, (2)
adanya kemampuan untuk mentolerir adanya sejumlah penyimpangan dari
bentuk-bentuk atau unsur-unsur rutinitas, sebab pada hakekatnya salah satu pendorong
perubahan adanya individu-individu yang menyimpang dari hal-hal yang rutin.
Memang salah satu ciri yang hakiki dari makhluk yang disebut manusia itu adalah
sebagai makhluk yang disebut homo deviant, makhluk yang suka menyimpang
dari unsur-unsur rutinitas, (3) mengokohkan suatu kebiasaan atau sikap mental
yang mampu memberikan penghargaan (reward) kepada pihak lain (individual,
kelompok) yang berprestasi dalam berinovasi, baik dalam bidang sosial,
ekonomi, dan iptek, (4) adanya atau tersedianya fasilitas dan pelayanan
pendidikan dan pelatihan yang memiliki spesifikasi dan kualifikasi progresif,
demokratis, dan terbuka bagi semua fihak yang membutuhkannya.
Precedent dari suatu proses perubahan sosial tidak mesti diorientasikan pada isu
kemajuan atau progress semata, sebab tidaklah mustahil bahwa proses
perubahan sosial itu justru mengarah ke isu kemunduran atau kearah suatu regress,
atau mungkin mengarah pada suatu degradasi pada sejumlah aspek atau
nilai kehidupan dalam masyarakat yang bersangkutan. Suatu proses regresi atau
kemunduran dan degradasi (luntur atau berkurangnya suatu derajat atau
kualifikasi bentuk-bentuk atau niali-nilai dalam masyarakat), tidak hanya suatu
arah atau orientasi perubahan secara linier, tetapi tidak jarang terjadi karena
justru sebagai dampak sampingan dari keberhasilan suatu proses perubahan.
Sebagai contoh perubahan aspek iptek, dari iptek yang bersahaja ke iptek
yang modern (maju), mungkin menimbulkan kegoncangan-kegoncangan pada
unsur-unsur atau nilai-nilai yang tengah berlaku dalam masyarakat yang
bersangkutan, yang sering disebut sebagai culture-shock atau
kejutan-kejutan budaya yang terjadi pada tatanan kehidupan suatu masyarakat
yang tengah menghadapi berbagai perubahan.
c. Modernisasi Sebagai Kasus Perubahan Sosial dan Kebudayaan
Modernisasi, menunjukkan suatu proses dari
serangkaian upaya untuk menuju atau menciptakan nilai-nilai (fisik, material
dan sosial) yang bersifat atau berkualifikasi universal, rasional, dan
fungsional. Lazimnya suka dipertentangkan dengan nilai-nilai tradisi.
Modernisasi berasal dari kata modern (maju), modernity (modernitas), yang
diartikan sebagai nilai-nilai yang keberlakuan dalam aspek ruang, waktu, dan
kelompok sosialnya lebih luas atau universal, itulah spesifikasi nilai
atau values. Sedangkan yang lazim dipertentangkan dengan konsep modern
adalah tradisi, yang berarti barang sesuatu yang diperoleh seseorang
atau kelompok melalui proses pewarisan secara turun temurun dari generasi ke
generasi. Umumnya tradisi meliputi sejumlah norma (norms) yang
keberlakuannya tergantung pada (depend on) ruang (tempat), waktu, dan
kelompok (masyarakat) tertentu. Artinya keberlakuannya terbatas, tidak bersifat
universal seperti yang berlaku bagi nilai-nilai atau values. Sebagai
contoh atau kasus, seyogianya manusia mengenakkan pakaian, ini
merupakan atau termasuk kualifikasi nilai (value). Semua fihak cenderung
mengakui dan menganut nilai atau value ini. Namun, pakaian model
apa yang harus dikenakan itu? Perkara model pakaian yang disukai, yang
disenangi, yang biasa dikenakan, itulah yang menjadi urusan norma-norma yang
dari tempat ke tempat, dari waktu ke waktu, dan dari kelompok ke kelompok akan
lebih cenderung beraneka ragam.
Spesifikasi norma-norma dan tradisi bila
dilihat atas dasar proses modernisasi adalah sebagai berikut, (1) ada
norma-norma yang bersumber dari tradisi itu, boleh dikatakan sebagai penghambat
kemajuan atau proses modernisasi, (2) ada pula sejumlah norma atau tradisi yang
memiliki potensi untuk dikembangkan, disempurnakan, dilakukan pencerahan, atau
dimodifikasi sehingga kondusif dalam menghadapi proses modernisasi, (3) ada
pula yang betul-betul memiliki konsistensi dan relevansi dengan nilai-nilai
baru. Dalam kaitannya dengan modernisasi masyarakat dengan nilai-nilai tradisi
ini, maka ditampilkan spesifikasi atau kualifikasi masyarakat modern, yaitu
bahwa masyarakat atau orang yang tergolong modern (maju) adalah mereka yang
terbebas dari kepercayaan terhadap tahyul. Konsep modernisasi
digunakan untuk menamakan serangkaian perubahan yang terjadi pada seluruh aspek
kehidupan masyarakat tradisional sebagai suatu upaya mewujudkan masyarakat yang
bersangkutan menjadi suatu masyarakat industrial. Modernisasi menunjukkan suatu
perkembangan dari struktur sistem sosial, suatu bentuk perubahan yang
berkelanjutan pada aspek-aspek kehidupan ekonomi, politik, pendidikan, tradisi
dan kepercayaan dari suatu masyarakat, atau satuan sosial tertentu.
Modernisasi suatu kelompok satuan sosial atau
masyarakat, menampilkan suatu pengertian yang berkenaan dengan bentuk upaya
untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang sadar dan kondusif terhadap
tuntutan dari tatanan kehidupan yang semakin meng-global pada saat kini dan
mendatang. Diharapkan dari proses menduniakan seseorang atau masyarakat yang
bersangkutan, manakala dihadapkan pada arus globalisasi tatanan kehidupan
manusia, suatu masyarakat tertentu (misalnya masyarakat Indonesia)
tidaklah sekedar memperlihatkan suatu fenomena kebengongan semata,
tetapi diharapkan mampu merespons, melibatkan diri dan memanfaatkannya secara
signifikan bagi eksistensi bagi dirinya, sesamanya, dan lingkungan sekitarnya.
Adapun spesifikasi sikap mental seseorang atau kelompok yang kondusif untuk
mengadopsi dan mengadaptasi proses modernisasi adalah, (1) nilai budaya atau
sikap mental yang senantiasa berorientasi ke masa depan dan dengan cermat
mencoba merencanakan masa depannya, (2) nilai budaya atau sikap mental yang
senantiasa berhasrat mengeksplorasi dan mengeksploitasi potensi-potensi sumber
daya alam, dan terbuka bagi pengembangan inovasi bidang iptek. Dalam hal ini,
memang iptek bisa dibeli, dipinjam dan diambil alih dari iptek produk asing,
namun dalam penerapannya memerlukan proses adaptasi yang sering lebih rumit
daripada mengembangkan iptek baru, (3) nilai budaya atau sikap mental yang siap
menilai tinggi suatu prestasi dan tidak menilai tinggi status sosial,
karena status ini seringkali dijadikan suatu predikat yang bernuansa gengsi
pribadi yang sifat normatif, sedangkan penilai obyektif hanya bisa didasarkan
pada konsep seperti apa yang dikemukakan oleh D.C. Mc Clelland
(Koentjaraningrat, 1985), yaitu achievement-oriented, (4) nilai budaya
atau sikap mental yang bersedia menilai tinggi usaha fihak lain yang mampu
meraih prestasi atas kerja kerasnya sendiri.
Tanpa harus suatu masyarakat berubah seperti
orang Barat, dan tanpa harus bergaya hidup seperti orang Barat, namun
unsur-unsur iptek Barat tidak ada salahnya untuk ditiru, diambil alih,
diadopsi, diadaptasi, dipinjam, bahkan dibeli. Manakala persyaratan ini telah
dipenuhi dan keempat nilai budaya atau sikap mental yang telah ditampilkan
telah dimiliki oleh suatu masyarakat tersebut. Khusus untuk masyarakat di
Indonesia, sejarah masa lampau mengajarkan bahwa sistem ekonomi, politik, dan
kebudayaan dari kerajaan-kerajaan besar di Asia seperti India dan Cina, yang
diadopsi dan diadaptasi oleh kerajaan-kerajaan di Nusantara ini, seperti
Sriwijaya dan Majapahit, namun fakta sejarah tidak membuktikan bahwa
orang-orang Sriwijaya dan Majapahit, dalam pengadopsian dan pengadaptasian
nilai-nilai kebudayaan tadi sekaligus menjadi orang India atau Cina.
Proses modernisasi sampai saat ini masih
tampak dimonopoli oleh masyarakat perkotaan (urban community), terutama di
kota-kota Negara Sedang Berkembang, seperti halnya di Indonesia. Kota-kota
di negara-negara sedang berkembang menjadi pusat-pusat modernisasi yang
diaktualisasikan oleh berbagai bentuk kegiatan pembangunan, baik aspek
fisik-material, sosio-kultural, maupun aspek mental-spiritual.
Kecenderungan-kecenderungan seperti ini, menjadikan daerah perkotaan sebagai
daerah yang banyak menjanjikan kehidupan yang lebih baik bagi penduduk
pedesaan, terutama bagi generasi mudanya. Obsesi semacam ini menjadi pendorong
kuat bagi penduduk pedesaan untuk beramai-ramai membanjiri dan memadati setiap
sudut daerah perkotaan, dalam suatu proses sosial yang disebut urbanisasi.
Fenomena demografis seperti ini, selanjutnya menjadi salah satu sumber
permasalahan bagi kebijakan-kebijakan dalam upaya penataan ruang dan kehidupan
masyarakat perkotaan. Sampai dengan saat sekarang ini masalah perkotaan ini
masih menunjukkan gelagat yang semakin ruwet dan kompleks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar