System
social ambon
Tradisi pela-gandong
Tradisi pela
adalah sistem budaya dan pranata sosial yang telah berakar dalam kehidupan
masyarakat Ambon. Pela sejak berabad-abat telah berfungsi sebagai sarana
penyeimbang dan menjadi alat yang ampuh
untuk menjembatani berbagai perbedaan dalam masyarakat, apakah perbedaan latar
belakang suku, ras, agama, maupun etnik.
Pela mampu meredam berbagai konflik horizontal yang menggejala dan
timbul akibat perbedaan-perbedaan tersebut, dan
mampu menjadi sarana rekonsiliasi masyarakat Ambon. Penelitian ini
bertujuan untuk memerikan wacana tradisi pela dalam masyarakat Ambon. Untuk
mencapai tujuan tersebut, dilakukan pemerian terhadap empat aspek yaitu
(1) Struktur
wacana tradisi pela
(2) strategi pengungkapan pesan dalam wacana
tradisi pela
(3) fungsi wacana tradisi pela dan
(4)
nilai-nilai yang terdapat dalam wacana tradisi pela.
Keempat aspek tersebut dianggap secara
representatif dapat mencerminkan tradisi pela sebagai sebuah wacana budaya dan
cerminan nilai-nilai budaya masyarakat Ambon.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan
ancangan hermeneutika dan dieksplanasi seara eklektik. Data penelitian ini
adalah wacana lisan tradisi pela, catatan tentang tradisi budaya, dan ritual
upacara panas pela, dipotret lewat struktur, strategi, fungsi, dan nilai yang
terkandung dalam wacana tradisi pela, yakni resepsi ritual upacara panas pela,
data informan, dan data rekaman. Data berupa tuturan wacana lisan merupakan
data utama yang menjadi fokus analisis. Pengumpulan data dilakukan melalui
studi dokumen, wawancara dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti
berfungsi sebagai instrumen kunci. Selain itu, digunakan juga panduan
observasi, panduan wawancara, panduan studi dokumen, alat perekam elektronik
dalam pengambilan data. Pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan seleksi
data, identifikasi data, klasifikasi data, dan kategorisasi data yang
didasarkan pada pandangan emik. Aktivitas ini dilakukan untuk mendapatkan data
wacana tradisi pela berupa keragaman tema, keragaman skema penyajian, keragaman
diksi dan gaya bahasa, setting, partisipan, tujuan penyampaian pesan, fungsi
kultural, sosial dan pedagogik, nilai religius, filosofis dan nilai etik
masyarakat Ambon. Analisis data dilakukan dengan mengikuti model hermeneutika
Ricoeur. Keempat aspek penelitian dipahami secara cermat melalui level
semantik, level reflektif dan level eksistensial. Untuk memverifikasi temuan
penelitian, dilakukan triangulasi temuan terhadap sumber, pakar bahasa dan pakar budaya
Struktur wacana meliputi
(1) struktur makro, merujuk pada keragaman
tema sebagai esensi hubungan pela,
(2) superstruktur,mengkaji keragaman skema
yang ditata melalui tema yang bersumber pada latar historis, gayut dengan
perspektif geneologis, dan
(3) struktur mikro, yang merujuk pada
keragaman diksi dan gaya bahasa.
Strategi pengungkapan pesan dalam wacana
tradisi pela meliputi strategi langsung dan strategi tidak langsung dalam
hubungan dengan
(1) latar atau
setting tempat dan waktu pelaksanaan upacara,
(2)
partisipan yang terlibat dalam prosesi
ritual upacara, dan
(3) tujuan penyampaian pesan dalam upacara pela.
Fungsi kultural memberi penguatan terhadap penerapan sistem budaya yang
meliputi ranah simbol-simbol kognitif yang berurusan dengan ide dan keyakinan
tentang dunia, simbol-simbol ekspresif, mengomunikasikan emosi yang berproses
dari seperangkat kriteria estetis yang bersifat kreatif, norma moral yang
mengatur benar atau salah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Kajian fungsi kultural wacana tradisi pela
meliputi
(1) fungsi
sakral
(2) fungsi ritus
(3) fungsi
kosmologis dan
(4) fungsi
mistis.
Pela sebagai pranata sosial masyarakat Ambon, merupakan proyeksi dari
kehidupan sosial orang Ambon sejak
dahulu, karena mengandung nilai-nilai multikultural. Melaluinya, masya-rakat
Ambon memanifestasikan konsep-konsep
hubungan sosial pela ke dalam kehidupan sosialnya. Dengan kata lain, masyarakat
Ambon melandasi semua aspek kehidupan pada kerangka solidaritas persaudaraan dalam
membangun kehidupan bersama mereka. Dari sudut pandang sosiologis pela
berfungsi sebagai
(1) pengendali
stabilitas social
(2) sarana
integrasi sosial dan
(3) sistem
komunikasi sosial.
Tiga jenis Pela
Pada dasarnja tiga jenis pela
dapat ditetapkan, yakni:
(1) pela karas; (2) pela gandong atau bungso
(3) pela tempat sirih. Pela keras itu timbul
karena terdjadinja suatu peristiwa jang sangat penting, biasanja sehubungan
dengan peperangan seperti pentjurahan darah, peperangan jang tak membawa penentuan
(tiada jang kalah, tiada jang menang), atau bantuan kusus darii pada satu
negeri kepada negeri lain. Pela djenis kedua (pela gandong atau bungso)dalah
berdasarkan ikatan turunan, artinya, satu atau lebih banjak mata rumah dalam
negeri2 jang berpela itu, menganggap diri sebangi satu turunan, hal mana
di-alihkan kepada negeri2 seanteronja, ketika perdjandjian pela diadakan. Pela
tempat sirih itu diadakan setelah suatu peristiwa jang tidak begitu penting
berlangsung, umpamanja: memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden ketjil
atau setelah satu negeri adalah berdjasa terhadap lain negeeri. Pela jenis
ketiga ini juga ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan.
Dalam segala
hal fungsi pela keras dan pela gandong’bungso adalah sama. Kedua2-nya ditetapkan
oleh sumpah keras yang disertai kutuk dahsyat yang akan kena siapa saja yang
melanggar perdjandjian itu. Suatu tjampuran tuak dan darah jang diambil dari
tubuh pemimpin kedua fihak itu, dimimum kedua fihak itu setelah sendjata2 dan
alat2 tadjam lain ditjelupkan didalamnja. Alat2 itu hendak melawan dan membunuh
setiiap orang siapapun djuga jang melanggar perdjandjian. Penukaran darah
memeteraikan persaudaraan itu.
Azas2 Pela
pela dianggap sebagai suatu
ikatan persaudaraan antara semua penghuni negeri sebelah memebelah, yang
berlangsung terus menerus dan dianggap suci. Empat hal azasi menjadi dasar
pela, adalah sbb:
(1.) negeri2 yang berpela itu berkewajiban untuk saling
membantu pada masa genting (bencna alam, peperangan dll
(2.) jika diminta, maka negeri yang satu itu
wajib memberi bantuan kepada negeri yang lain yang hendak melaksanakan projek2
demi kepentingan kesedjahteraan umum, seperti umpamanja: pembanguanan rumah2
geredja, mesdjid; dan sekolah;
(3.) jikalau seorang mengunjungi
negeri jang berpela itu, orang2 negeri itu wadjib untuk memberi makanan
kepadanya tamu yang sepela itu tidak usah minta izin untuk membawa pulang apa2
dari hasil tanah/buah2-an menurut kesukaannya
(4.) semua penduduk negeri2 yang
berhubungan pela itu dianggap sedarah sebab itu dua orang yang sepela itu tidak
boleh kawin karena dipandang sumbang. Tiap pelanggaran terhadap aturan itu akan
dijukum keras oleh nenek moyang jang mengikrarkan pela itu. Tjontoh2
penghukuman jaiitu sakit, mati dan kesusahan lain jang kena orang pelanggar
sendiri ataupun anak2nya. jikalau mereka jang melanggar pantangan kawin itu,
ditangkap mereka disuruh berdjalan mengelilingi negeri2nya, dengan hanga
berpakaian daun2 kelapa sedangkan penghuni negeri mentjaki makinja. Sebaliknja
pula pela tempat sirih diadakan dengan tiada bersumpah, hanja dengan menukkar
dan mengunjab sirih bersama, suatu kebiasaan adat untuk mengaitkan persahabatan
antara orang jang tidak mengenal satu sama lain. Memang pela tempat sirih itu
sebetulnya merupakan suatu perdjanjian persahabatan. Kawin-mengawin
diperbolehkan dan segala tolong menolong itu adalah bersifat sukarela dan tidak
dituntut mutlak karena antjaman penghukuman nenek2 mojang.
Nilai dalam
wacana tradisi pela masyarakat Ambon adalah sesuatu yang dipegang seseorang
secara pribadi dan terinternalisasi
dalam perilaku. Nilai juga merupakan unit kognitif yang digunakan dalam
menimbang tingkah laku dengan timbangan baik buruk, tepat tidak tepat, dan
benar salah, serta merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan. Nilai religius merupakan nilai yang memiliki
dasar kebenaran yang paling kuat. Nilai tersebut bersumber dari kebenaran
tertinggi yaitu Tuhan. Cakupan nilai ini sangat luas, struktur mental manusia
dan kebenaran mistik-transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki
nilai religius. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah nilai
kesatuan. Kesatuan merupakan keselarasan semua unsur kehidupan, antara kehendak
manusia dengan perintah Tuhan, antara ucapan dan tindakan , atau antara itiqad
dengan perbuatan. Nilai filosofis
merupakan nilai yang berada pada matra tema-tema abstrak dan sewaktu-waktu
berada dalam wilayah empiris atau berada pada keyakinan mistis. Nilai kebaikan,
kebenaran dan keindahan selalu berada pada matra nilai yang paling tinggi dan
menjadi tujuan akhir kehidupan. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut sifatnya
universal dan berlaku sebagai nilai akhir
dan subjektif sifatnya, sedangkan fenomena atau riak kehidupan yang
seolah-olah menjauhkan antara nilai dan kenyataan dipahami sebagai
ketidaklengkapan atau kesalahan ikhtiar manusia.
Dalam tradisi
pela, ikatan persaudaraan yang telah dirajut dibangun di atas sejumlah nilai
yang secara etik moral menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama untuk
dipegang teguh sebagai nilai yang dapat diaktualisasi dan dimanifestasikan
sebagai sebuah representasi nilai etis dalam membangun dan menjalani kehidupan
berpela, disepakati sebagai norma, diperbarui pada setiap upacara ritual pela,
menjadi wujud komitmen bersama dalam
perspektif kehidupan bersama, baik secara lahiriah maupun batiniah.
Temuan-temuan ini memiliki implikasi, baik secara teoretis maupun praktis.
Secara teoretis, temuan penelitian ini memiliki implikasi pada kajian budaya,
analisis wacana, tindak tutur, dan sosiolinguistik. Secara praktis, temuan ini
memberi manfaat untuk menentukan kebijakan dalam pemertahanan budaya etnik
serta pemerkayaan sumber rujukan dalam perencanaan keterampilan lunak dan
pembelajaran muatan lokal di sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian,
disarankan hal-hal berikut
(1) pela dapat dijadikan sebagai
sarana pendidikan damai
(2) nilai-nilai yang terkandung
dalam tradisi pela perlu dilestarikan
(3) dapat dijadikan dokumen untuk menentukan
kebijakan pemertahanan budaya
(4) dapat dijadikan strategi
kebijakan untuk mengembangkan perangkat keterampilan lunak
(5) dapat dijadikan gagasan dasar
untuk mememukan gasan baru penelitian selanjutnya.
Contoh kasus
Dimana melalu
karakter jawa yang memang tidak sekeras orang-orang Maluku/ambon dalam kasus
ini terdapat masalah antara orang-orang ras Maluku yang bertempat di Jogjakarta
untuk menuntut ilmu sebagai kaum minoritas disana. Orang-orang Maluku yang
sangat terkenal sekali dengan ikatan perkaudaraan ras yang cukup kuat antar
sesame rasnya terbentur dengan begitu kontrasnya perbedaan-perbedaan yang ada
antara ambon dan jogja itu seperti dalam memeluk agama, orang-orang ambon yang
banyak memeluk agama Kristen protestan dan sebaliknya orang-orang jawa banyak
yang memeluk agama non muslim.
Saat itu
adalah saat natal yang notabenya orang-orang ambon yang berada disana adalah
kaum minoritas yang juga ingin merayakan kasih natalnya dirumah dengan
kumpul-kulpul antar ssodara sesame ras dan sedangan orang jagja adalah
masyarakat yang dominan memeluk agama muslim yang sangat berkaitan dan taat
dengan syariat-syariat yang ada tidak bias begitu saja membiarkan orang-orang
ambon yang sebagai kaum minoritas bertindak yang menurut orang jogja itu tidak
pada tempatnya orang-orang jogja protes dengan kebiasaan orang ambon yang
merayakan natal nyanyi-nyanyi dan minum bir itu menurut orang jawa sangat tidak
menghargai masrakat sekitar yang sangan dominan orang jawa dan muslim.
Konflikpun
menebar,denga kekerabatan yang sangat kuat orang ambon marah karna sesepuh desa
menghampiri dan menegur tuan rumah, mereka piker ini merupakan hal biasa namun
orang-orang jaea disana sangat terganggu dengan apa yang dilakukuan orang ambon
di jogja itu. Kemudia terjdilah pertengkaran yang menglibatkan orang pendatang
itu denga masyarakat sekita.
Pemecahan masalah
Sebenarnya masalahnya merupankan masalah sepele yang
menyangkut gegar budaya atau perpedaan budaya yang ada. Seharusya antara kedua
belah pihak bias memanhami dan saling toleran dan menghargai satu sama lain dan
kemudian dilakukan musyawarah untuk mengabil keputusan dengan kepala dingin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar