Jumat, 13 Januari 2012

System social ambon


System social ambon

Tradisi pela-gandong
Tradisi pela adalah sistem budaya dan pranata sosial yang telah berakar dalam kehidupan masyarakat Ambon. Pela sejak berabad-abat telah berfungsi sebagai sarana penyeimbang dan  menjadi alat yang ampuh untuk menjembatani berbagai perbedaan dalam masyarakat, apakah perbedaan latar belakang suku, ras, agama, maupun etnik.  Pela mampu meredam berbagai konflik horizontal yang menggejala dan timbul akibat perbedaan-perbedaan tersebut, dan  mampu menjadi sarana rekonsiliasi masyarakat Ambon. Penelitian ini bertujuan untuk memerikan wacana tradisi pela dalam masyarakat Ambon. Untuk mencapai tujuan tersebut, dilakukan pemerian terhadap empat aspek yaitu
(1) Struktur wacana tradisi pela
 (2) strategi pengungkapan pesan dalam wacana tradisi pela
 (3) fungsi wacana tradisi pela dan
(4) nilai-nilai yang terdapat dalam wacana tradisi pela.
 Keempat aspek tersebut dianggap secara representatif dapat mencerminkan tradisi pela sebagai sebuah wacana budaya dan cerminan nilai-nilai budaya masyarakat Ambon.  Penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan ancangan hermeneutika dan dieksplanasi seara eklektik. Data penelitian ini adalah wacana lisan tradisi pela, catatan tentang tradisi budaya, dan ritual upacara panas pela, dipotret lewat struktur, strategi, fungsi, dan nilai yang terkandung dalam wacana tradisi pela, yakni resepsi ritual upacara panas pela, data informan, dan data rekaman. Data berupa tuturan wacana lisan merupakan data utama yang menjadi fokus analisis. Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen, wawancara dan observasi. Dalam pengumpulan data, peneliti berfungsi sebagai instrumen kunci. Selain itu, digunakan juga panduan observasi, panduan wawancara, panduan studi dokumen, alat perekam elektronik dalam pengambilan data. Pada saat pengumpulan data, peneliti melakukan seleksi data, identifikasi data, klasifikasi data, dan kategorisasi data yang didasarkan pada pandangan emik. Aktivitas ini dilakukan untuk mendapatkan data wacana tradisi pela berupa keragaman tema, keragaman skema penyajian, keragaman diksi dan gaya bahasa, setting, partisipan, tujuan penyampaian pesan, fungsi kultural, sosial dan pedagogik, nilai religius, filosofis dan nilai etik masyarakat Ambon. Analisis data dilakukan dengan mengikuti model hermeneutika Ricoeur. Keempat aspek penelitian dipahami secara cermat melalui level semantik, level reflektif dan level eksistensial. Untuk memverifikasi temuan penelitian, dilakukan triangulasi temuan terhadap  sumber, pakar bahasa dan pakar budaya

 Struktur wacana meliputi
 (1) struktur makro, merujuk pada keragaman tema sebagai esensi hubungan pela,
 (2) superstruktur,mengkaji keragaman skema yang ditata melalui tema yang bersumber pada latar historis, gayut dengan perspektif geneologis, dan
 (3) struktur mikro, yang merujuk pada keragaman diksi dan gaya bahasa.

Strategi pengungkapan pesan dalam wacana tradisi pela meliputi strategi langsung dan strategi tidak langsung dalam hubungan dengan
(1) latar atau setting tempat dan waktu pelaksanaan upacara,
(2) partisipan  yang terlibat dalam prosesi ritual upacara, dan
(3)  tujuan penyampaian pesan dalam upacara pela.

Fungsi kultural memberi penguatan terhadap penerapan sistem budaya yang meliputi ranah simbol-simbol kognitif yang berurusan dengan ide dan keyakinan tentang dunia, simbol-simbol ekspresif, mengomunikasikan emosi yang berproses dari seperangkat kriteria estetis yang bersifat kreatif, norma moral yang mengatur benar atau salah dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.  Kajian fungsi kultural wacana tradisi pela meliputi
(1) fungsi sakral
 (2) fungsi ritus
(3) fungsi kosmologis dan
(4) fungsi mistis.

Pela sebagai pranata sosial masyarakat Ambon, merupakan proyeksi dari kehidupan sosial orang  Ambon sejak dahulu, karena mengandung nilai-nilai multikultural. Melaluinya, masya-rakat Ambon  memanifestasikan konsep-konsep hubungan sosial pela ke dalam kehidupan sosialnya. Dengan kata lain, masyarakat Ambon melandasi semua aspek kehidupan pada kerangka solidaritas persaudaraan dalam membangun kehidupan bersama mereka. Dari sudut pandang sosiologis pela berfungsi sebagai
(1) pengendali stabilitas social
(2) sarana integrasi sosial dan
(3) sistem komunikasi sosial.



Tiga jenis Pela

Pada dasarnja tiga jenis pela dapat ditetapkan, yakni:
 (1) pela karas; (2) pela gandong atau bungso
 (3) pela tempat sirih. Pela keras itu timbul karena terdjadinja suatu peristiwa jang sangat penting, biasanja sehubungan dengan peperangan seperti pentjurahan darah, peperangan jang tak membawa penentuan (tiada jang kalah, tiada jang menang), atau bantuan kusus darii pada satu negeri kepada negeri lain. Pela djenis kedua (pela gandong atau bungso)dalah berdasarkan ikatan turunan, artinya, satu atau lebih banjak mata rumah dalam negeri2 jang berpela itu, menganggap diri sebangi satu turunan, hal mana di-alihkan kepada negeri2 seanteronja, ketika perdjandjian pela diadakan. Pela tempat sirih itu diadakan setelah suatu peristiwa jang tidak begitu penting berlangsung, umpamanja: memulihkan damai kembali sehabis suatu insiden ketjil atau setelah satu negeri adalah berdjasa terhadap lain negeeri. Pela jenis ketiga ini juga ditetapkan untuk memperlancar hubungan perdagangan.

Dalam segala hal fungsi pela keras dan pela gandong’bungso adalah sama. Kedua2-nya ditetapkan oleh sumpah keras yang disertai kutuk dahsyat yang akan kena siapa saja yang melanggar perdjandjian itu. Suatu tjampuran tuak dan darah jang diambil dari tubuh pemimpin kedua fihak itu, dimimum kedua fihak itu setelah sendjata2 dan alat2 tadjam lain ditjelupkan didalamnja. Alat2 itu hendak melawan dan membunuh setiiap orang siapapun djuga jang melanggar perdjandjian. Penukaran darah memeteraikan persaudaraan itu.

Azas2 Pela

pela dianggap sebagai suatu ikatan persaudaraan antara semua penghuni negeri sebelah memebelah, yang berlangsung terus menerus dan dianggap suci. Empat hal azasi menjadi dasar pela, adalah sbb:
(1.) negeri2  yang berpela itu berkewajiban untuk saling membantu pada masa genting (bencna alam, peperangan dll
 (2.) jika diminta, maka negeri yang satu itu wajib memberi bantuan kepada negeri yang lain yang hendak melaksanakan projek2 demi kepentingan kesedjahteraan umum, seperti umpamanja: pembanguanan rumah2 geredja, mesdjid; dan sekolah;

(3.) jikalau seorang mengunjungi negeri jang berpela itu, orang2 negeri itu wadjib untuk memberi makanan kepadanya tamu yang sepela itu tidak usah minta izin untuk membawa pulang apa2 dari hasil tanah/buah2-an menurut kesukaannya

(4.) semua penduduk negeri2 yang berhubungan pela itu dianggap sedarah sebab itu dua orang yang sepela itu tidak boleh kawin karena dipandang sumbang. Tiap pelanggaran terhadap aturan itu akan dijukum keras oleh nenek moyang jang mengikrarkan pela itu. Tjontoh2 penghukuman jaiitu sakit, mati dan kesusahan lain jang kena orang pelanggar sendiri ataupun anak2nya. jikalau mereka jang melanggar pantangan kawin itu, ditangkap mereka disuruh berdjalan mengelilingi negeri2nya, dengan hanga berpakaian daun2 kelapa sedangkan penghuni negeri mentjaki makinja. Sebaliknja pula pela tempat sirih diadakan dengan tiada bersumpah, hanja dengan menukkar dan mengunjab sirih bersama, suatu kebiasaan adat untuk mengaitkan persahabatan antara orang jang tidak mengenal satu sama lain. Memang pela tempat sirih itu sebetulnya merupakan suatu perdjanjian persahabatan. Kawin-mengawin diperbolehkan dan segala tolong menolong itu adalah bersifat sukarela dan tidak dituntut mutlak karena antjaman penghukuman nenek2 mojang.
Nilai dalam wacana tradisi pela masyarakat Ambon adalah sesuatu yang dipegang seseorang secara pribadi dan  terinternalisasi dalam perilaku. Nilai juga merupakan unit kognitif yang digunakan dalam menimbang tingkah laku dengan timbangan baik buruk, tepat tidak tepat, dan benar salah, serta merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan.  Nilai religius merupakan nilai yang memiliki dasar kebenaran yang paling kuat. Nilai tersebut bersumber dari kebenaran tertinggi yaitu Tuhan. Cakupan nilai ini sangat luas, struktur mental manusia dan kebenaran mistik-transendental merupakan dua sisi unggul yang dimiliki nilai religius. Karena itu, nilai tertinggi yang harus dicapai adalah nilai kesatuan. Kesatuan merupakan keselarasan semua unsur kehidupan, antara kehendak manusia dengan perintah Tuhan, antara ucapan dan tindakan , atau antara itiqad dengan perbuatan.  Nilai filosofis merupakan nilai yang berada pada matra tema-tema abstrak dan sewaktu-waktu berada dalam wilayah empiris atau berada pada keyakinan mistis. Nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan selalu berada pada matra nilai yang paling tinggi dan menjadi tujuan akhir kehidupan. Dengan kata lain, nilai-nilai tersebut sifatnya universal dan berlaku sebagai nilai akhir  dan subjektif sifatnya, sedangkan fenomena atau riak kehidupan yang seolah-olah menjauhkan antara nilai dan kenyataan dipahami sebagai ketidaklengkapan atau kesalahan ikhtiar manusia.

Dalam tradisi pela, ikatan persaudaraan yang telah dirajut dibangun di atas sejumlah nilai yang secara etik moral menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama untuk dipegang teguh sebagai nilai yang dapat diaktualisasi dan dimanifestasikan sebagai sebuah representasi nilai etis dalam membangun dan menjalani kehidupan berpela, disepakati sebagai norma, diperbarui pada setiap upacara ritual pela, menjadi  wujud komitmen bersama dalam perspektif kehidupan bersama, baik secara lahiriah maupun batiniah. Temuan-temuan ini memiliki implikasi, baik secara teoretis maupun praktis. Secara teoretis, temuan penelitian ini memiliki implikasi pada kajian budaya, analisis wacana, tindak tutur, dan sosiolinguistik. Secara praktis, temuan ini memberi manfaat untuk menentukan kebijakan dalam pemertahanan budaya etnik serta pemerkayaan sumber rujukan dalam perencanaan keterampilan lunak dan pembelajaran muatan lokal di sekolah.

Berdasarkan hasil penelitian, disarankan hal-hal berikut
(1) pela dapat dijadikan sebagai sarana pendidikan damai
(2) nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi pela perlu dilestarikan
 (3) dapat dijadikan dokumen untuk menentukan kebijakan pemertahanan budaya
(4) dapat dijadikan strategi kebijakan untuk mengembangkan perangkat keterampilan lunak
(5) dapat dijadikan gagasan dasar untuk mememukan gasan baru penelitian selanjutnya.

Contoh kasus
Dimana melalu karakter jawa yang memang tidak sekeras orang-orang Maluku/ambon dalam kasus ini terdapat masalah antara orang-orang ras Maluku yang bertempat di Jogjakarta untuk menuntut ilmu sebagai kaum minoritas disana. Orang-orang Maluku yang sangat terkenal sekali dengan ikatan perkaudaraan ras yang cukup kuat antar sesame rasnya terbentur dengan begitu kontrasnya perbedaan-perbedaan yang ada antara ambon dan jogja itu seperti dalam memeluk agama, orang-orang ambon yang banyak memeluk agama Kristen protestan dan sebaliknya orang-orang jawa banyak yang memeluk agama non muslim.
Saat itu adalah saat natal yang notabenya orang-orang ambon yang berada disana adalah kaum minoritas yang juga ingin merayakan kasih natalnya dirumah dengan kumpul-kulpul antar ssodara sesame ras dan sedangan orang jagja adalah masyarakat yang dominan memeluk agama muslim yang sangat berkaitan dan taat dengan syariat-syariat yang ada tidak bias begitu saja membiarkan orang-orang ambon yang sebagai kaum minoritas bertindak yang menurut orang jogja itu tidak pada tempatnya orang-orang jogja protes dengan kebiasaan orang ambon yang merayakan natal nyanyi-nyanyi dan minum bir itu menurut orang jawa sangat tidak menghargai masrakat sekitar yang sangan dominan orang jawa dan muslim.
Konflikpun menebar,denga kekerabatan yang sangat kuat orang ambon marah karna sesepuh desa menghampiri dan menegur tuan rumah, mereka piker ini merupakan hal biasa namun orang-orang jaea disana sangat terganggu dengan apa yang dilakukuan orang ambon di jogja itu. Kemudia terjdilah pertengkaran yang menglibatkan orang pendatang itu denga masyarakat sekita.


Pemecahan masalah
Sebenarnya masalahnya merupankan masalah sepele yang menyangkut gegar budaya atau perpedaan budaya yang ada. Seharusya antara kedua belah pihak bias memanhami dan saling toleran dan menghargai satu sama lain dan kemudian dilakukan musyawarah untuk mengabil keputusan dengan kepala dingin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar