Jumat, 13 Januari 2012

POLITIK BERMEDIA TELEVISI


Tugas kelompok                                                                                   Dosen pembimbing:
Ekonomi politik media                                                                           Chelsy.Y. M.sos
POLITIK BERMEDIA TELEVISI



Disusun Oleh:
MURNI SETIO. F
MEGA FEBRIANI
DIDI WAHYUDI
FAJRIN ALKOMSA
T.CINTIA DWI.C.Z
RIA WARLESTARI
IBON RUSTOMI
PROGRAM STUDY ILMU KOMUNIKASI
KONSENTRASI MANAGEMEN KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2009

POLITIK BERMEDIA TELEVISI
Metro TV  VS  TV One
Kasus : munas, lapindo, pembangunan citra pramunas dan pasca munas golkar
         Ada yang menarik berkaitan dengan diselenggarakannya Munas Golkar di Pekanbaru pada 3 dan 4 oktober yang lalu. Persaingan panas para calon ketua umum tidak hanya terjadi lewat lobi – lobi ke pengurus daerah maupun organisasi pendiri partai. Melainkan juga persaingan 2 televisi berita yang sangat berpengaruh bagi pembentukan opini public, Metro TV dan TVOne. Persaingan keduanya dalam menghasilkan liputan – liputan yang eksklusif untuk menggaet pemirsa sangat kental. Ketika Metro TV menjelang pemilu membuat program election channel, TVOne tidak mau kalah dengan membuat program serupa. Namanyapun tidak lain terjemahan program Metro TV itu, TV pemilu.  Persaingan itu sekarang meningkat tidak hanya soal memburu berita, Melainkan persaingan kedua pemilik yang sekarang sedang bertarung untuk memperebutkan kursi yang di tinggalkan Jusuf Kalla. Ketua Umum Partai GOLKAR! Kita ketehui bersama, Metro TV merupakan salah satu anak perusahaan yang bernaung di bawah Usaha Media Grub yang dimiliki oleh Surya Paloh. Sedangkan TVOne adalah salah satu grub usaha Bakrie. Anak Aburizal Bakrie alias Ical, Anindya Bakri adalah Direktur utama TVOne.
Kedua pemilik media tersebut memang tidak mengurusi secara langsung urusan redaksional dan siaran sehari -hari. Namun, akhir – akhir ini sudah tampak perbedaan yang sangat mencolok dan agak kurang berimbang terkait pelaksanaan Munas.
        Metro TV cenderung hanya mengangkat perjalanan Surya Paloh dan sebaliknya hanya tentang Aburizal Bakrie saja TVOne memberikan porsi berlebih. Berita penyambutan meriah Surya Paloh di Papua dan dukungan hampir seluruh DPD tingkat II partai GOLKAR Provinsi Papua diberitakan secara besar – besaran di Metro TV. Tapi, TVOne sama sekali tidak memberitakannya alias nol. Bahkan di running text pun tidak muncul.
 Malamnya, giliran TVOne dalam Acara Apa Kabar Indonesia Malam (AKIM) yang menayangkan dialog antara pendukung Ical, Idrus Marham dengan pendukung Yuddy Chrinandi Zaenal Bintang ditambah M. Chodari dari Indo barometer. Dan hanya Ical yang dibahas. Survei yang ditayangkanpun hanya berkaitan dengan peluang Ical tanpa calon lainnya.
Pola yang sama berlanjut esoknya. Ical yang sadar akan kampanye negatif yang coba dilayangkan kepadanya berkaitan dengan kasus lumpur sidoarjo tampaknya mencoba meng-counter dengan memanfaatkan stasiun televisinya sendiri. Dalam acara AKIM juga, tampak usaha itu sangat jelas. Dengan mengundang Yorrys Raweyai yang tak lain adalah pendukung Ical, tampak ia diiring opleh pembawa acara untuk membela calon bosnya itu. Dan tidak seperti model AKIM sebelum – sebelumnya yang mengundang baik tokoh pro dan kontra, kemarin malam itu tidak lebih hanya klarifikasi kubu Ical atas kasus lumpur lapindo. Ditambah lagi, adanya korban lumpur yang diwawancarai langsung dari Surabaya yang justru membela lapindo atas penanganan terkait ganti rugi selama ini. Sungguh adem ayem tanpa perdebatan seperti selama ini.
Pada saat bersamaan, Layar Metro TV menampilkan acara yang juga berkaitan dengan penanganan korban lumpur. Hanya, bertolak belakang dengan di TVOne, justru korban lumpur merasa lapindo dan pemerintah mengabaikan mereka. Acara Kick Andy yang seperti biasanya sangat menyentuh dan inspiratif itu menampilkan perbincangan Andy F.Noya dengan para korban lumpur ditambah pandangan seorang pengamat. Kebetulan , sang pengamat itu Thamrin A Tomagola yang dikenal sangat kritis kepada pemerintah. Ia menyalahkan Pemilik Lapindo atas masih terkatung – katungnya nasib korban yang belum juga dapat diatasi. “Jika Aburizal menjanjikan dana 1 Triliun bagi GOLKAR, seharusnya ia bisa melunasi sisa pembayaran yang hanya 1,6 Triliun itu!”demikian kurang lebih pendapat sosiolog asal Maluku Utara tersebut.
Bukan bermaksud menaruh curiga pada Kick Andy, kelihatan sekali terdapat muatan politis dalam episode jum’at malam itu. Sebagai program televisi terbaik versi pemirsa, tentunya cukup kuat sekali pengaruh acara itu dalam membentuk opini publik. Memang pemilihan ketum dilakukan oleh pengurus bukan oleh one man one vote oleh publik. Tapi, GOLKAR tentu tidak ingin suaranya kelak justru berkurang akibat aksessibilitas yang rendah terhadap ketua umumnya.
Acara Kick Andy di Metro TV itu sudah langsung “dibalas” oleh TV One dalam acara Republik Mimpi yg menampilkan kalau tidak salah wakil direktur operasi PT. Lapindo, dan mempromosikan melalui testimonial2 dari para korban lumpur Lapindo yg telah di berikan rumah baru dan telah mengalami hidup yg jauh lebih enak di bandingkan bahkan sebelum semburan lumpur terjadi.
Dan tidak lupa di tekan kan oleh TV One bahwa PT. Lapindo sudah di SP3 kan dan kejadian lumpur sudah di umumkan sebagai bencana alam yg berada di luar tanggung jawab PT. Lapindo, tapi toh Rp. 6 Trilliun sudah dikeluarkan oleh keluarga Bakrie utk membantu para korban Lapindo, dan di harap kan masih ada 2 T lagi yg akan di keluarkan utk menuntaskan ganti rugi keluarga lumpur Lapindo yg lain.
Strategi yang digunakan Kubu Aburizal sendiri tampaknya juga jitu. Mereka menggunakan corong AKIM yang notabenya program terbaik kedua setelah kick andy yang kebetulan tayangnya hampir bersamaan untuk membalas “kampanye” negatif kubu lawannya.
Entah ini sehat bagi televisi atau tidak kita tidak tahu. Mungkin TVOne dan Metro TV diuntungkan karena mereka tidak punya saingan berarti untuk TV berita. Tapi yg sangat disayangkan adalah media yg seharusnya independen sudah ter koptasi oleh kepentingan kekuasaan dan uang dan keduanya Malah “terjebak” dengan cara yang sama melihat persaingan pribadi kedua owner yang membentuk opini publik. Kita hanya bisa menonton dan tidak bisa berbuat apa – apa, melihat persaingan politik bermedia dalam kedua kubu ini yang masing-masing sibuk berlomba-lomba membangun citra diri dan berlomba-lomba membentuk opini public untuk kepentingan politik individu para owner kedua stasium televisi ini masing-masing dalam Munas Golkar silam…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar