Kamis, 12 Januari 2012

TEKNOLOGI,PEMBANGUNAN DAN KEBUDAYAAN


TEKNOLOGI,PEMBANGUNAN DAN KEBUDAYAAN


Meskipun telah banyak usaha yang dicurahkan dalarn merumuskan strate­gi Dasawarsa Pembangunan Kedua PBB, rakyat di negara-negara yang sudah maupun yang sedang-berkembang semakin sadar akan adanya berbagai per­tanyaan yang mengganggu. Dengan timbulnya pertanyaan-pertany.ran tersebut menjadi hampir tak mungkinlah untuk begitu saja menerirna asumsi­ asumsi serta tujuan-tujuan strategi itu.
Pertama-tama timbul suatu keinsvafan baru bawa industrialisasi tidak selalu mengakibatkan berkurangnya pengangguran, terutama di negara-negara . Sedang berkembang yang jumlah penduduknya cukup besar. Ini meman, bertentangan dengan dugaan sementara. Bahkan menurut statistik, herlilm!­jandanva pertambalran penduduk di berbagai negara Asia clan Amerika Latin, justenr rnengakibatk:an menanjaknya angka-angka pengangguran (Ii sana, ines­:ipun industrialisasi meningkat. Gejala ini telah rnembantah unggapan bahwa masalah pengangguran clengan sendirinya akan beres apabila dilakukan perkernbangan ekonomi dengan cara perluasan bertahap terhadap sektor moderen dari ekonomi-ekonorni bekas-jajahan. Yaitu perkembangan ekonomi yang merupakan hasil inclustrialisasi, peningkataii perdaRangan inter­nasional, dan penar.aman modal asing. Berkailan dengan problem pengang­guran itu ada lagi suatu gejala lain yang menimbulkan kekhawatiran, ialah gejala dalam bidang pendidikan. Sekarang jelas bahwa di negara-nega?a sednng berkernbang, perkernbangan sistem-sistem pendidikan dewasa ini tidak cukup pesat guna menampung jumlah martusia yang serr,akin bertambah saja. Ini ;uga akibat dari laju pertambahan penduduk. Jumlah mutlak kaum buta-huruf di negara-negara ini telah mulai bertambah lagi. Juga bertambah banyak mereka yang tak berhasil mengikuti sistem pendidikan, maupun mereka yang putus sekolah /dropouts). Di beberapa negara kurang-berkembang sekarang sudah iehili dari sepertiga dari anak-anak yang, telah mencapai usia sekolah, '.idak terserap oleh sistem pendidikan formal. Dan problem ini kian membu­ruk saja. Yang tambah merumitkan persoalan, adalah terdapatnya keinsyafan yang sernakin kuat bahwa sistem pendidikan itu sendiri mungkin secara tidak disadari telah membantu memperderas arus kaum rnuda yang pergi dari desa­desa ke pusat-pusat kota besar. Karena sistem pendidikan tersebut malah mendidik orang untuk menjauhi jenis pekerjaan yang diperlukan di desa-desa,

Dan mencari kesempatan-kesempatan kerja yang diimpikan di kota-kota. Juga sistem itu membangkitkan harapan-harapan yang bersifat urban atau ke­kotaan. Di samping "internal brain drain" yang disebabkan sistem pendidikan itu seridiri, aspek-aspek lain dari strategi pembangunan yang ada sekarang diper­soalkan. Misalnya, sekarang kebijaksanaan-kebijaksanaan pengganti yang di­susun dengan hati-hati haruslah dilaksanakan dengan efektif. Sebab kalau tidak maka jelas bahwa arah perkembangan itu akan mendatangkan ketidak­adilan yang selalu akan memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin di suatu negara. Dan dengan demikian juga akan memperkokoh posisi kekuasaan golongari elite begitu rupa sehingga akan tidak mungkin lagi.melaksanakan gagasan-gagasan guna perbaikan: Banyak. negara-riegara sedang-berkembang yang jadi menyadari bahwa membuka daerah luar kota' (Countryside) dengan jalan pembangunan pedesaan (rural development) dapat juga mengandung bahaya, karena hal itu mungkin akan menyebabkan desa-desa menjadi semakin tergantung pada produk dari kota-kota metropolitan di negara itu sendiri maupun dai;i negara asing. Dan dengan begitu kegiatan pedesaan jadi bertambah mandeg, padahal seharusnya di desa-desa justeru harus diiangsang kegiatan-kegiatan non-agraris yang dipenuhi sendiri. Kekhawatiran-kekhawa­tiran di atas menimbulkan pertanyaan; apakah tidak dapat disusun suatu strategi pembangunan yang lebih cocok, yang dapat menghindarkan jebakan­jebakan tersebut. Yaitu strategi yang diarahkan pada perkembangan, ke­sempatan kerja (employment) serta keadilan sosial, inisiatif serta kreativitas lokal, dan paling penting pada kesadaran urituk swa-sembada. ,

Terdapat pula kesadaran-kesadaran baru bahwa sistem-sistem sosio-tekno­logis dewasa ini menimbulkan kerugian'-kerugian ekologis, sedangkan disadari juga betapa terbatasnya daya mampu sistem-sistem pendukung kehidupan yang dimiliki bumi. Kesadaran-kesadaran itu mempertebal kebutuhan untuk menyusun pola-pola pembangunan yang bukan merupakan pengulangan belaka dari apa yang pernah dilakukan negara-negara maju. Dan juga memaksa kita untuk meninjau kembali hubungan antara peradaban dengan alam. Krisis hahan mentah telah mulai menjulang tinggi sebagai akibat ekonomi-ekonomi yang rakus dari masyarakat-masyarakat industri, serta riafsu mereka untuk mengejar perkembangan secara terus-menerus. Keadaan ini membangkitkan pertanyaan yang amat riyata, yaitu apakafi basis bahan mentah di bumi akan dapat mencukupi guna mendukung suatu ekonomi dunia di mana negara­negara sedang-berkembang dapat mengharapkan kemungkinan untuk men­capai taraf kemakmuran sebagaimana misalnya sedang dinikm.ati oleh Eropa di masa kini. Itu bahkan pada tingkat kepadatan penduduk yang sekarang pun.
Bagaimanapun juga, negara-negara sedang-berkembang-terutama yang berpenduduk lebih banyak, harus dapat rrienyusun suatu pola pembangunan
Diferensi dalam pembangunan
Teknologi, Pernbangunan dan Kebudayaan
yang dapat membuat mereka mampu untuk hidup dengan suatu taraf kepadatan penduduk yang dalam tiga puluh tahun mendatang barangkali meningkat dua kali lipat, tapi sebaliknya mengkonsumir hasil alam yang lebih sedikit daripada yang dikonsurnir oleh ncgara-negara industri maju dewasa ini. Negara-negara sedang-berkernbang tersebut hams menjalankan kebijaksa­naan pembangunan yang diarahkan pada penc.iptaan kesempatan kerja (employment-oriented) dalam bidang-bidang industri clan pertanian, d;rn harus mengembangkan teknologi-teknologi "menengah" (internuoliuto technologies) yang sesuai dengan basis sumber-sumber mereka. Strategi pembangunannya haruslah dengan gamblang clan konsisten ditujukan periode peningkatan swasembada, pada peningkatan kemampuan untuk perusahaan itu sendiri pada tiap langkah, terutama di daerah-daerah pedesaan, dan ditujukan untuk memadu suatu struktur sosial yang akan membuat hal-lial tersclmn memang terlaksana. Strategi dernikian akan rnemerlukan pula penyusunan kembali sistern pendidikan. Reorintasi serta penyusunan kembali itu harus menyajikan kecakapan untuk menanggulangi "teknologi menengah" guna kegiatan pedesaan, rasa bangga setempat, swakarya, dimana pembauran Juga strategi pembangunan itu akan memerlukan suatu yang jauh lebih cermat guna menyediakan kesempatan-kesenrpatan unmk mengikuti pendidikan dan ketrampilan-ketrampilan yang bermanfaat bagi mereka yang tidak berhasil memasuki sistem sekolahan. Jalannya dengan menyusun kebijaksanaan baru mengenai pendidikan luar sekolah, dalam cara dan ukuran yang memadai kegawatar masalahnya. Di samping itu, strategi tadi harus pula mampu untuk membina suatu ethos yang disepakati bersama mengenai keadilan sosial dan splidaritas nasional. Dengan bantuan pembagian penghasilan yang merata mendapatkan kesempatan-kesempatan dan sumber-sumber, maka ethos tadi dapat membantu membatasi ketegangan-ketegangan sosial yang tidak seluruhnya bisa dihindari, sampai proporsi yang masih dapat dikendalikan. Sejak mulanya kebijaksanaan demikian agaknya harus ditujukan pada kecukupan material bagi semua, dan bukan pada kemakmuran rapulr bagi segelintir kaum elite.
Namun pertanyaannya ialah, apakah negara-negara sedang-berkemhang akan cukup mempunyai waktu serta kebebasan untuk melaksanakan pola pembangrunan alternatif sedemikian? Apakah jalan demikian akan mern­butuhkan suatu masa isolasi dan proteksionisme? Apakah mungkin, dan memang menguntungkan, memberlakukan sendiri masa isolasi yang, demikian? Andaikata pengucilan sendiri yang demikian itu ditolak bcr­hubung alasan-alasan praktis, seperti letak geografis, masalah-masalah apakah yang kiranya akan dihadapi? Salah satu dari masalah-masalah itu, jelaslah, masalah kebutuhan untuk mengembangkan teknologi-teknologi menengah yang sesuai dengan situasi mereka. Tentu saja negara-negara sedang berkembang juga harus meningkatkan kecakapan dalam bidang teknologi
tinggi guna proses produksi di bidang-bidang tertentu, namun kebutuhan untuk "teknologi menengah" adalah lebih mendesak.     .
Ada dua alasannya: pertama bahwa "teknologi menengah" akan me­mungkinkan negara-negara itu untuk mengembangkan teknik-teknik produksi yang padat-karya. Teknik produksi yang padat-karya ini akan memungkinkan emansipasi pedesaan yang diperlukan, lewat diversifikasi ke dalam kegiatan­kegiatan non-agraris. Kedua, jikalau negara-negara kurang berkembang tidak mengembangkan "teknologi menengah" demikian, mereka akan selalu terjerat dalam kecenderungan perkembangan 'yang akan mendorong mereka meng­ulangi pola pembangunan negara-negara industri.
Tapi pengembangan teknologi-teknologi baru adalah cukup mahal. Negara-negara kurang-berkembang jelas tidak memiliki kekayaan maupun kemampuan teknologis serta ilmiah yang mencukupi untuk melakukannya sendirian. Maka negara-negara industri seharusnya membantu usaha ini. Lester Pearson pemah menyerukan,; agar negara-negara industri meny.um­bangkan sedikitnya 5 persen dari dana Riset dan Pengembangannya guna penanggulangan masalah kemiskinan internasional. Ini harusnya ditanggapi dengan serius. Bisnis asing di negara-negara kurang-berkembang dapat dan harus memainkan peranan yang jauh lebih aktif dalam membantu ekonomi negara tuan-rumah untuk bergerak ke aiah itu. Sayangriya sampai sekarang pemindahan teknologi ke negara-negara sedang-berkembang lewat operasi bisnis swasta tidaklah mengesankan. Juga operasi bisnis asing negara-riegara sedang-berkembang sendiri, terutama perusahaan multinasional yang amat efisien clan kuat itu, dapat membuat "teknologi menengah"amat sulit, kalau­lah bukan mustahill untuk menanamkan akarnya dengan kokoh: Mengingat pula bahwa teknologi-teknologi menengah itu maklumlah kurang efisien, setidaknya pada tahap awalnya: Kemampuan untuk mencukupi diri-sendiri tidak selalu segaris dengan efisiensi optimal. Namun hal itu tak bisa dihindari dalam hal-hal yang menyangkut alasan-alasan sosio-politis, terutama guna menciptakan kesempatan-kesempatan kerja. Kehadiran., suatu,' masyatakat asing, juga, bisa mempunyai akibatnya yang buruk. Hal itu dapat menaikkan pola dan tingkat konsumsi di kalangan elite, yang akan terlalu merugikan bagi negara daIam keseluruhannya, dan oleh sebab itu bisa berfungsi merusak dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pembangunan secara menyeluruh. Kehadiran-kehadiran demikian tentu akan lebih menyulitkan untuk, mempertahankan suatu pemerintahan yang bersahaja dan mawas-diri, yang diperlukan guna memelihara landasan pembangunan yang meluas: Dari segi ini menjadi lebih jelaslah bahwa negara-negara sedang-berkembang sangat kurang memiliki kebebasan untuk menyusun pola-pola pembangunan mereka sendiri, dari pada yang nampak sepintas lalu. Semakin lemah dan kurang berkembang basis industrinya, semakin sedikit pilihan Yang dapat ditempuh oleh suatu negara kurang-berkembang. Juga masih bisa dipersoalkan, apakah falsafah-falsafah serta kebijaksanaan-kebijaksanaan bantuan, pilihan baru yang demikian Masalahnya tambah elipersulit yang tak diminta dari dunia luar terhadap suatu negara kurang-berkembang, sekali negara itu sudah dipatrikan ke dalam sistem komunikasi irrternasior,al lewat perdagangan, bantuan, clan penallaI11:111 modal. -Sembarang pesan atau proyek komunikasi yang sampai pmla hcn­duduk negara-negara kurang-berkembang lewat radio, TV, film, video-casset, buku, majalah cenderung menimbulkan berbagai hal yang tak diingink;rrn. Dapat ditimbulkan harapan-harapan dan selcra konsumtii'yang tak rnmy;kio dicapai, sikap serta gaya hidup yang samn sek;rli tak mIa hubungannyn clcog;m situasi negara itu sendiri dap. lebih buruk iagi. jus:a mcnt;;mr;m unWk rnr nindiu dan mencekik kreativitas kultural asli. Dengan demikian kurang-berkembangrnenghadapi risiko bahwa statusnyu susut sampai menjadi konsumen produk ke'budayaan dab peradaban-peradaban asing. Bila bila itu terjadi, maka tertutuplah sudah lingkaran setan ketergantungan menerus, dan yang bahkan mungkin juga meningkat. Namun kemungkinan paling besar untuk mengelakkan ancaman ini adalah pada tingkat kebudayaan, negara-negara kurang-berkembang meneruukan kunci dari semangat, motivasi, dan penampilan-diri  kan guna menyusua pola-pola pembangunan yang baru (as dan kepercayanan pada diri-sendiri bagaimana juga adalah rasa identitas nasional serta kultural, dan dalatn kebanggaan la n .diri yang melekat padanya. Sumber-sumber kegiatan sosial dari rnasyarakat terdapat dalain acuan religio-kultural. mereka. Di sinilalt selrarus­nya kita cari motivasi yang lebih kuat dan awet bagi pola-pola  pembangunan yang bersifat pribumi.
Konsep tentang pembangunan sebagai penggerakKn sistem sosial yang sejauh ini mandeg, untuk mengejar-tujuan-tujuan baru, makio mcnanclnskav betapa pentingnya motivasi, tujuan, dan makna, dalarn proses pembaharuan diri nasional. Apabila tuiuan-tujuan pembangunan dalam kerangk untuk peningkatan kemakmuran matcrial, clan tidak dalam karakter cita-cita hidup yang lebil luas sebagaimana tersarikan dalurn kebudayaan tradisional berbagai negara sedan g-berkembang, maka amat kecil kemungkin annya bahwa dorongan untuk perubahan„ penyesuaian kreatif, dan penr­baharuan akan tahan berlangsung dan kuat menanggung diri-sendiri.
Jika kita hendak mendapatkan suatu strategi pembangunan yang menuju ke suatu sistem kemasyarakatan lain yang menggunakan jenis teknologi yang berbeda, maka kita harus mengaitkan usaha kita itu pada usaha kebudayaan tradisional kita untuk membentuk kembali dirinya. Yaitu guna menanggulangi bukan saja tantangan-tantangan kehidupan modaren, melainkan juga rne­nangani pencarian tujuan dan makna hidup, teruZama dalam dunia di hari depan yang akan jauh lebih padat dan lebih tesbatas. Hantu kehampaan eksistensial yang nampaknya menatap mereka yaog sudah sepenuhnya ter­berjam dalam apa yang dinamakan kebudayaan kosmopolitan- moderen, dengan begini mungkin dapat disingkirkan oleh suatu proses pembuahan­ silang yang diperbaharui dengan kebudayaan-kebudayaan serta agama-agama dunia yang tradisional. Kemungkinan terbesar adalah bahwa justeru di dalam kerangka kebudayaan-kebudayaan serta agama-agrmanya yang tradisionallah manusia dapat menanggulangi pertanyaan-pertanyaan tertinggi yang dihadap­kan kepadanya, seperti kehidupan, maut, tujuan,.dan makna. Dengan faktor ini rnaka lingkup sempit dari kecakapan manusia yang terlibat dalam peradab­an moderen dapat diperlebar, isi pengalaman manusia moderen dapat di­perkaya, clan kreativitasnya dirangsarig dengan cara yang baru.
Maka yang dicari seharusnya adalah suatu peradaban baru, suatu ke­budayaan baru, yang tujuan-tujuannya bukanlah perkembangan serta ke­limpahan yang berlipat-ganda terus-nrenerus, melainkan pertumbuhari yang terhormat clan pencukupan material yang tersebar merata. Suatu pola budaya yang tidak terlalu menghambur-hambur sumber-sumber bum1, dan yang menuntut hubungan yang berbeda antaranya dengan teknologi dan derigan alam. Amat mungkin bahwa kepadatan penduduk yang lebih rapat di seluruh dunia akan membutuhkan cara-cara baru agar manusia dapat hidup bersama clen&- damai, kreatif, clan berbahagia. Dan amat mungkin pula bahwa hal it u akan membutuhkan suatu perimbangan baru antara gagasan hak-hak asasi manusia dengan kewajiban-kewajiban sosial manusia, guna menjamin ke­I;mgsung;rn umat beserta aneka macam kebudayaannya.
Oiharapkan bahwa perimbangan baru demikian masih mungkin diusaha­kan lewat proses pilihan bebas atas dasar pedoman-pedoman peri-laku baru yang sesuai bagi dunia yang begitu padat. Negara-negara indusfri mungkin akan harus mencari pengarahan-pengarahan baru semacam itu, menyimpang dari keberlimpahan serta ketak-puasan mereka. Demikian pula negara-negara miskin, karena kemelaratan serta kemandegan sosial mereka, akan harus ber­gerak ke arah jawaban jawaban mereka sendiri terhadap tujuan-tujuan itu. Ini dilakukan dengan bantuan jenis teknologi yang cocok.
Jelaslah bahwa akan mustahil bagi negara-riegara kurang-berkembang untuk bergerak ke arah baru ini berdasarkan usaha sendiri saja. Sebagaimana. telah disebut di muka, bahkan pengembangan teknologi-teknologi yang cocok bagi jalan itu pun masih akan membutuhkan bantuan daii negara-negara industri. Juga mungkin dibutuhkan pengarahan kembali terhadap jalur­jalur teknologi negara-negata indtzstri itu. Bahkan dengan bantuan-ban­tuan demikian pun masih pula diperlukan pandangan yang jernih serta rasa tujuan-moril yang dipegang teguh oleh negara-negara kurang berkembang. Unsur-unsur ini diperlukan guna bergerak melawan arus,- guna menolak imbalan-imbalan dalam gaya hidup serta tingkat konsurrisi yang relatif gampang -didapat, demi peningkatan swa-sembada serta kebebasan untuk sebagian besar masyarakat mereka. ' Dibutuhkan juga gagasan yang jelas tentang macam masyarakat yang bagaimana dengan_ nilai-nilai utama apa
Dimensi manusia dalam membangun  
 pandangan manusia yang bagaimana negara mampu menanggulangi tantangan-tangan kelangsungannya. Daiam menghadapi tantangan ini kembang-berkernbang tentu saja tidak se::dirian. Negara-negara juga menghadapi kebutuhan yang sama n penentuan kembali. Kita semua bernasib sama depan yang terpisah-pisah bagi negara kaya dan bagi negar;miskin sendiri. Hanya ada satu masa depan bagi kita semuanya, atan t;n: ak;m ~nl;i masa depan sama sekali. Femecahan-pemecalrar kongkrit gun;r mpmn mpwn ini harus timbul dari kreativitas kultural murni manusia, clao trmn;wm (l;m pengabdian energi mental maupun spiritual dari t;encrasi wml;i tfi srlmvlr dunia.

Sistem Nilai dan Pendidikan tentang Lingkungan Hidup Manusia

seperti banyak negara yang sedang membangun, Indonesia pun menghimbau dua macam masalah mengenai lingkungan hidup manusia, yaitu pertarr, masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh kemelaratan clan akib, kcpadatan penduduk. Kedua, masalah pengrusakan dan pengotoran lingkungan hidup yang diakibatkan oleh proses pembangunan. Naiknya kepadata penduduk akan menambah gawatnya masalah lingkungan hidup golongan yang pertama, sedangkan waktu akan diperlukan, sebelum usaha pembanguna dapat mengatasi akibat negatif terhadap lingkungan yang disebabka kemelaratan itu. Sebaliknya, usaha pembangunan itu sendiri dapat memperlihatkan  pengotoran dan pengrusakan lingkungan. Maka kerusakan pad lingkungan hidup manusia adalah baik penjelmaan dari masalahnya itu sendiri, maupun akibat dari pemecahannya. Diskusi tentang kerusakan secara pengotoran itu sendiri pada tingkat teknis bukan tugas tulisan ini. Oleh karena itu kiranya tidak ada jeleknya jikalau kita memusatkan perhatian kit pada pcrsoalan meningkatnya kepadatan penduduk dan bagaimana kita  Indonesia hendaknya mempersiapkan diri untuk suatu keadaari dengan ke padatan penduduk berlipat rata-rata dua kali, yang harus kita perhitungkan akan tcrjadi dalam waktu kurang lebih 30 tahun. Dengan demikian fokus tv lisan ini adalah manusia itu, sendiri. Sebab manusia merupakan faktor ekclogi utama, karena besar jun-dahnya, tingginya.konsumsi bahan-bahan alar dan kehebatan pengotorannya serta pengrusakan alam yang disebabkanny2 Dalam hal ini sudah barang tentu Indonesia tidak merupakan kasus tersen diri. Betapa pun berbedanya sifat pokok masalah lingkungan hidup negar miskin dan negara industri kaya, natnun akibat-akibatnya akan menimpa se rnua bangsa di dunia sekalipun secara berbeda-beda. Kait-mengaitnya kese lamatan bangsa industri dan bangsa pra-industri dalam hubungan ini dapa digambarkan dengan dua angka. Doubling time jumlah penduduk dunia adE lah 30 tahun, jika kebutuhan penduduk diambil 3 persen setahun. Tap doubling time kerusakan ekologi di dunia, yang terutama disebabkan olel pencemaran industri, diperkirakan sebesar 14 tahun. Beberapa ahli mempet kirakan, dalam 30 tahun berbagai perubahan ekologis tidak akan dapat ter atasi lagi oleh karena proses-proses pengrusakan, sudah menjadi irreversible











 TEKNOLOGI,PEMBANGUNAN DAN KEBUDAYAN
Industrialisasi tidak selalu mengakibatkan berkurangnya pengangguran, terutama di negara-negara . Sedang berkembang yang jumlah penduduknya cukup besar. Ini meman, bertentangan dengan dugaan sementara. Bahkan menurut statistik, herlilm!­jandanva pertambalran penduduk di berbagai negara Asia clan Amerika Latin, justenr rnengakibatk:an menanjaknya angka-angka pengangguran (Ii sana, ines­:ipun industrialisasi meningkat. Gejala ini telah rnembantah unggapan bahwa masalah pengangguran clengan sendirinya akan beres apabila dilakukan perkernbangan ekonomi dengan cara perluasan bertahap terhadap sektor moderen dari ekonomi-ekonorni bekas-jajahan. Yaitu perkembangan ekonomi yang merupakan hasil inclustrialisasi, peningkataii perdaRangan inter­nasional, dan penar.aman modal asing. Berkailan dengan problem pengang­guran itu ada lagi suatu gejala lain yang menimbulkan kekhawatiran, ialah gejala dalam bidang pendidikan. Sekarang jelas bahwa di negara-nega?a sednng berkernbang, perkernbangan sistem-sistem pendidikan dewasa ini tidak cukup pesat guna menampung jumlah martusia yang serr,akin bertambah saja. Ini ;uga akibat dari laju pertambahan penduduk. Jumlah mutlak kaum buta-huruf di negara-negara ini telah mulai bertambah lagi. Juga bertambah banyak mereka yang tak berhasil mengikuti sistem pendidikan, maupun mereka yang putus sekolah /dropouts). Di beberapa negara kurang-berkembang sekarang sudah iehili dari sepertiga dari anak-anak yang, telah mencapai usia sekolah, '.idak terserap oleh sistem pendidikan formal. Dan problem ini kian membu­ruk saja. Yang tambah merumitkan persoalan, adalah terdapatnya keinsyafan yang sernakin kuat bahwa sistem pendidikan itu sendiri mungkin secara tidak disadari telah membantu memperderas arus kaum rnuda yang pergi dari desa­desa ke pusat-pusat kota besar. Karena sistem pendidikan tersebut malah mendidik orang untuk menjauhi jenis pekerjaan yang diperlukan di desa-desa,
Dengan demikian fokus tv lisan ini adalah manusia itu, sendiri. Sebab manusia merupakan faktor ekclogi utama, karena besar jun-dahnya, tingginya.konsumsi bahan-bahan alar dan kehebatan pengotorannya serta pengrusakan alam yang disebabkanny2 Dalam hal ini sudah barang tentu Indonesia tidak merupakan kasus tersen diri. Betapa pun berbedanya sifat pokok masalah lingkungan hidup negar miskin dan negara industri kaya, natnun akibat-akibatnya akan menimpa se rnua bangsa di dunia sekalipun secara berbeda-beda. Kait-mengaitnya kese lamatan bangsa industri dan bangsa pra-industri dalam hubungan ini dapa digambarkan dengan dua angka. Doubling time jumlah penduduk dunia adE lah 30 tahun, jika kebutuhan penduduk diambil 3 persen setahun. Tap doubling time kerusakan ekologi di dunia, yang terutama disebabkan olel pencemaran industri, diperkirakan sebesar 14 tahun. Beberapa ahli mempet kirakan, dalam 30 tahun berbagai perubahan ekologis tidak akan dapat ter atasi lagi oleh karena proses-proses pengrusakan, sudah menjadi irreversible






1.     apa pengertian teknologi
2.     apa pengertian pembangunan
3.     apa pengartian kebudayaan
4.     apa kaitannya teknologi,pembangunan dan kebudayaan
5.     kelaskan teknologi, pembangunan dan kebudayaan di era modern




















jawaban














Tidak ada komentar:

Posting Komentar