TEKNOLOGI,PEMBANGUNAN DAN
KEBUDAYAAN
Meskipun telah banyak
usaha yang dicurahkan dalarn merumuskan strategi Dasawarsa Pembangunan Kedua
PBB, rakyat di negara-negara yang sudah maupun yang sedang-berkembang semakin
sadar akan adanya berbagai pertanyaan yang mengganggu. Dengan timbulnya
pertanyaan-pertany.ran tersebut menjadi hampir tak mungkinlah untuk begitu saja
menerirna asumsi asumsi serta tujuan-tujuan strategi itu.
Pertama-tama timbul suatu keinsvafan
baru bawa industrialisasi tidak selalu mengakibatkan berkurangnya pengangguran,
terutama di negara-negara . Sedang berkembang yang jumlah penduduknya cukup
besar. Ini meman, bertentangan dengan dugaan sementara. Bahkan menurut
statistik, herlilm!jandanva pertambalran penduduk di berbagai negara Asia clan
Amerika Latin, justenr rnengakibatk:an menanjaknya angka-angka pengangguran (Ii
sana, ines:ipun
industrialisasi meningkat. Gejala ini telah rnembantah unggapan bahwa masalah
pengangguran clengan sendirinya akan beres apabila dilakukan perkernbangan ekonomi
dengan cara perluasan bertahap terhadap sektor moderen dari ekonomi-ekonorni
bekas-jajahan. Yaitu perkembangan ekonomi yang merupakan hasil
inclustrialisasi, peningkataii perdaRangan internasional, dan penar.aman modal
asing. Berkailan dengan problem pengangguran itu ada lagi suatu gejala lain
yang menimbulkan kekhawatiran, ialah gejala dalam bidang pendidikan. Sekarang
jelas bahwa di negara-nega?a sednng berkernbang, perkernbangan sistem-sistem
pendidikan dewasa ini tidak cukup pesat guna menampung jumlah martusia yang
serr,akin bertambah saja. Ini ;uga akibat dari laju pertambahan penduduk.
Jumlah mutlak kaum buta-huruf di negara-negara ini telah mulai bertambah lagi.
Juga bertambah banyak mereka yang tak berhasil mengikuti sistem pendidikan, maupun
mereka yang putus sekolah /dropouts). Di beberapa negara kurang-berkembang
sekarang sudah iehili dari sepertiga dari anak-anak yang, telah mencapai usia
sekolah, '.idak terserap oleh sistem pendidikan formal. Dan problem ini kian
memburuk saja. Yang tambah merumitkan persoalan, adalah terdapatnya keinsyafan
yang sernakin kuat bahwa sistem pendidikan itu sendiri mungkin secara tidak
disadari telah membantu memperderas arus kaum rnuda yang pergi dari desadesa
ke pusat-pusat kota
besar. Karena sistem pendidikan tersebut malah mendidik orang untuk menjauhi
jenis pekerjaan yang diperlukan di desa-desa,
Dan mencari
kesempatan-kesempatan kerja yang diimpikan di kota-kota. Juga sistem itu
membangkitkan harapan-harapan yang bersifat urban atau kekotaan. Di samping "internal
brain drain" yang disebabkan sistem pendidikan itu seridiri,
aspek-aspek lain dari strategi pembangunan yang ada sekarang dipersoalkan.
Misalnya, sekarang kebijaksanaan-kebijaksanaan pengganti yang disusun dengan
hati-hati haruslah dilaksanakan dengan efektif. Sebab kalau tidak maka jelas
bahwa arah perkembangan itu akan mendatangkan ketidakadilan yang selalu akan
memperlebar jurang antara si kaya dan si miskin di suatu negara. Dan dengan
demikian juga akan memperkokoh posisi kekuasaan golongari elite begitu rupa
sehingga akan tidak mungkin lagi.melaksanakan gagasan-gagasan guna perbaikan:
Banyak. negara-riegara sedang-berkembang yang jadi menyadari bahwa
membuka daerah luar kota'
(Countryside)
dengan jalan pembangunan pedesaan (rural development) dapat juga
mengandung bahaya, karena hal itu mungkin akan menyebabkan desa-desa menjadi
semakin tergantung pada produk dari kota-kota metropolitan di negara itu
sendiri maupun dai;i negara asing. Dan dengan begitu kegiatan pedesaan jadi
bertambah mandeg, padahal seharusnya di desa-desa justeru harus diiangsang
kegiatan-kegiatan non-agraris yang dipenuhi sendiri. Kekhawatiran-kekhawatiran
di atas menimbulkan pertanyaan; apakah tidak dapat disusun suatu strategi
pembangunan yang lebih cocok, yang dapat menghindarkan jebakanjebakan
tersebut. Yaitu strategi yang diarahkan pada perkembangan, kesempatan kerja (employment)
serta keadilan sosial, inisiatif serta kreativitas lokal, dan paling
penting pada kesadaran urituk swa-sembada. ,
Terdapat pula kesadaran-kesadaran
baru bahwa sistem-sistem sosio-teknologis dewasa ini menimbulkan
kerugian'-kerugian ekologis, sedangkan disadari juga betapa terbatasnya daya
mampu sistem-sistem pendukung kehidupan yang dimiliki bumi. Kesadaran-kesadaran
itu mempertebal kebutuhan untuk menyusun pola-pola pembangunan yang bukan
merupakan pengulangan belaka dari apa yang pernah dilakukan negara-negara maju.
Dan juga memaksa kita untuk meninjau kembali hubungan antara peradaban dengan
alam. Krisis hahan mentah telah mulai menjulang tinggi sebagai akibat
ekonomi-ekonomi yang rakus dari masyarakat-masyarakat industri, serta riafsu
mereka untuk mengejar perkembangan secara terus-menerus. Keadaan ini
membangkitkan pertanyaan yang amat riyata, yaitu apakafi basis bahan mentah di
bumi akan dapat mencukupi guna mendukung suatu ekonomi dunia di mana negaranegara
sedang-berkembang dapat mengharapkan kemungkinan untuk mencapai taraf
kemakmuran sebagaimana misalnya sedang dinikm.ati oleh Eropa di masa
kini. Itu bahkan pada tingkat kepadatan penduduk yang sekarang pun.
Bagaimanapun juga, negara-negara
sedang-berkembang-terutama yang berpenduduk lebih banyak, harus dapat
rrienyusun suatu pola pembangunan
Diferensi dalam pembangunan
Teknologi, Pernbangunan dan Kebudayaan
yang dapat
membuat mereka mampu untuk hidup dengan suatu taraf kepadatan penduduk yang
dalam tiga puluh tahun mendatang barangkali meningkat dua kali lipat, tapi
sebaliknya mengkonsumir hasil alam yang lebih sedikit daripada yang dikonsurnir
oleh ncgara-negara industri maju dewasa ini. Negara-negara sedang-berkernbang
tersebut hams menjalankan kebijaksanaan pembangunan yang diarahkan pada
penc.iptaan kesempatan kerja (employment-oriented)
dalam
bidang-bidang industri clan pertanian, d;rn harus mengembangkan
teknologi-teknologi "menengah" (internuoliuto
technologies) yang sesuai dengan basis sumber-sumber mereka. Strategi
pembangunannya haruslah dengan gamblang clan konsisten ditujukan periode
peningkatan swasembada, pada peningkatan kemampuan untuk perusahaan itu sendiri
pada tiap langkah, terutama di daerah-daerah pedesaan, dan ditujukan untuk
memadu suatu struktur sosial yang akan membuat hal-lial tersclmn memang
terlaksana. Strategi dernikian akan rnemerlukan pula penyusunan kembali sistern
pendidikan. Reorintasi serta penyusunan kembali itu harus menyajikan kecakapan
untuk menanggulangi "teknologi menengah" guna kegiatan pedesaan, rasa
bangga setempat, swakarya, dimana pembauran Juga strategi pembangunan itu akan
memerlukan suatu yang jauh lebih cermat guna menyediakan kesempatan-kesenrpatan
unmk mengikuti pendidikan dan ketrampilan-ketrampilan yang bermanfaat bagi
mereka yang tidak berhasil memasuki sistem sekolahan. Jalannya dengan menyusun
kebijaksanaan baru mengenai pendidikan luar sekolah, dalam cara dan ukuran yang
memadai kegawatar masalahnya. Di samping itu, strategi tadi harus pula mampu
untuk membina suatu ethos yang disepakati bersama mengenai keadilan sosial dan
splidaritas nasional. Dengan bantuan pembagian penghasilan yang merata
mendapatkan kesempatan-kesempatan dan sumber-sumber, maka ethos tadi dapat
membantu membatasi ketegangan-ketegangan sosial yang tidak seluruhnya bisa
dihindari, sampai proporsi yang masih dapat dikendalikan. Sejak mulanya
kebijaksanaan demikian agaknya harus ditujukan pada kecukupan material bagi
semua, dan bukan pada kemakmuran rapulr bagi segelintir kaum elite.
Namun
pertanyaannya ialah, apakah negara-negara sedang-berkemhang akan cukup
mempunyai waktu serta kebebasan untuk melaksanakan pola pembangrunan alternatif
sedemikian? Apakah jalan demikian akan mernbutuhkan suatu masa isolasi dan
proteksionisme? Apakah mungkin, dan memang menguntungkan, memberlakukan sendiri
masa isolasi yang, demikian? Andaikata pengucilan sendiri yang demikian itu
ditolak bcrhubung alasan-alasan praktis, seperti letak geografis,
masalah-masalah apakah yang kiranya akan dihadapi? Salah satu dari
masalah-masalah itu, jelaslah, masalah kebutuhan untuk mengembangkan
teknologi-teknologi menengah yang sesuai dengan situasi mereka. Tentu saja
negara-negara sedang berkembang juga harus meningkatkan kecakapan dalam bidang
teknologi
tinggi guna
proses produksi di bidang-bidang tertentu, namun kebutuhan untuk
"teknologi menengah" adalah lebih mendesak. .
Ada dua alasannya: pertama bahwa
"teknologi menengah" akan memungkinkan negara-negara itu untuk
mengembangkan teknik-teknik produksi yang padat-karya. Teknik produksi yang
padat-karya ini akan memungkinkan emansipasi pedesaan yang diperlukan, lewat
diversifikasi ke dalam kegiatankegiatan non-agraris. Kedua, jikalau negara-negara
kurang berkembang tidak mengembangkan "teknologi menengah" demikian,
mereka akan selalu terjerat dalam kecenderungan perkembangan 'yang akan
mendorong mereka mengulangi pola pembangunan negara-negara industri.
Tapi pengembangan
teknologi-teknologi baru adalah cukup mahal. Negara-negara kurang-berkembang
jelas tidak memiliki kekayaan maupun kemampuan teknologis serta ilmiah yang
mencukupi untuk melakukannya sendirian. Maka negara-negara industri seharusnya
membantu usaha ini. Lester Pearson pemah menyerukan,; agar negara-negara
industri meny.umbangkan sedikitnya 5 persen dari dana Riset dan
Pengembangannya guna penanggulangan masalah kemiskinan internasional. Ini
harusnya ditanggapi dengan serius. Bisnis asing di negara-negara
kurang-berkembang dapat dan harus memainkan peranan yang jauh lebih aktif dalam
membantu ekonomi negara tuan-rumah untuk bergerak ke aiah itu. Sayangriya
sampai sekarang pemindahan teknologi ke negara-negara sedang-berkembang lewat
operasi bisnis swasta tidaklah mengesankan. Juga operasi bisnis asing
negara-riegara sedang-berkembang sendiri, terutama perusahaan multinasional
yang amat efisien clan kuat itu, dapat membuat "teknologi
menengah"amat sulit, kalaulah bukan mustahill untuk menanamkan akarnya
dengan kokoh: Mengingat pula bahwa teknologi-teknologi menengah itu maklumlah
kurang efisien, setidaknya pada tahap awalnya: Kemampuan untuk mencukupi
diri-sendiri tidak selalu segaris dengan efisiensi optimal. Namun hal itu tak
bisa dihindari dalam hal-hal yang menyangkut alasan-alasan sosio-politis,
terutama guna menciptakan kesempatan-kesempatan kerja. Kehadiran., suatu,'
masyatakat asing, juga, bisa mempunyai akibatnya yang buruk. Hal itu dapat
menaikkan pola dan tingkat konsumsi di kalangan elite, yang akan terlalu
merugikan bagi negara daIam keseluruhannya, dan oleh sebab itu bisa berfungsi
merusak dalam hubungannya dengan pemenuhan kebutuhan pembangunan secara
menyeluruh. Kehadiran-kehadiran demikian tentu akan lebih menyulitkan untuk,
mempertahankan suatu pemerintahan yang bersahaja dan mawas-diri, yang
diperlukan guna memelihara landasan pembangunan yang meluas: Dari segi ini
menjadi lebih jelaslah bahwa negara-negara sedang-berkembang sangat kurang
memiliki kebebasan untuk menyusun pola-pola pembangunan mereka sendiri, dari pada
yang nampak sepintas lalu. Semakin lemah dan kurang berkembang basis
industrinya, semakin sedikit pilihan Yang dapat ditempuh oleh suatu negara
kurang-berkembang. Juga masih bisa dipersoalkan, apakah falsafah-falsafah serta
kebijaksanaan-kebijaksanaan bantuan, pilihan baru yang demikian Masalahnya
tambah elipersulit yang tak diminta dari dunia luar terhadap suatu negara
kurang-berkembang, sekali negara itu sudah dipatrikan ke dalam sistem komunikasi
irrternasior,al lewat perdagangan, bantuan, clan penallaI11:111 modal.
-Sembarang pesan atau proyek komunikasi yang sampai pmla hcnduduk negara-negara
kurang-berkembang lewat radio, TV, film, video-casset, buku, majalah cenderung
menimbulkan berbagai hal yang tak diingink;rrn. Dapat ditimbulkan harapan-harapan
dan selcra konsumtii'yang tak rnmy;kio dicapai, sikap serta gaya hidup yang samn sek;rli tak mIa
hubungannyn clcog;m situasi negara itu sendiri dap. lebih buruk iagi. jus:a
mcnt;;mr;m unWk rnr nindiu dan mencekik kreativitas kultural asli. Dengan demikian
kurang-berkembangrnenghadapi risiko bahwa statusnyu susut sampai menjadi konsumen
produk ke'budayaan dab peradaban-peradaban asing. Bila bila itu terjadi, maka tertutuplah
sudah lingkaran setan ketergantungan menerus, dan yang bahkan mungkin juga meningkat.
Namun kemungkinan paling besar untuk mengelakkan ancaman ini adalah pada
tingkat kebudayaan, negara-negara kurang-berkembang meneruukan kunci dari
semangat, motivasi, dan penampilan-diri kan guna menyusua
pola-pola pembangunan yang baru (as dan kepercayanan pada diri-sendiri
bagaimana juga adalah rasa identitas nasional serta kultural, dan dalatn
kebanggaan la n .diri yang melekat padanya. Sumber-sumber kegiatan sosial dari
rnasyarakat terdapat dalain acuan religio-kultural. mereka. Di sinilalt selrarusnya
kita cari motivasi yang lebih kuat dan awet bagi pola-pola pembangunan yang bersifat pribumi.
Konsep tentang
pembangunan sebagai penggerakKn sistem sosial yang sejauh ini mandeg, untuk
mengejar-tujuan-tujuan baru, makio mcnanclnskav betapa pentingnya motivasi,
tujuan, dan makna, dalarn proses pembaharuan diri nasional. Apabila
tuiuan-tujuan pembangunan dalam kerangk untuk peningkatan kemakmuran matcrial,
clan tidak dalam karakter cita-cita hidup yang lebil luas sebagaimana
tersarikan dalurn kebudayaan tradisional berbagai negara sedan g-berkembang,
maka amat kecil kemungkin annya bahwa dorongan untuk perubahan„ penyesuaian
kreatif, dan penrbaharuan akan tahan berlangsung dan kuat menanggung
diri-sendiri.
Jika kita hendak
mendapatkan suatu strategi pembangunan yang menuju ke suatu sistem
kemasyarakatan lain yang menggunakan jenis teknologi yang berbeda, maka kita
harus mengaitkan usaha kita itu pada usaha kebudayaan tradisional kita untuk
membentuk kembali dirinya. Yaitu guna menanggulangi bukan saja
tantangan-tantangan kehidupan modaren, melainkan juga rnenangani pencarian
tujuan dan makna hidup, teruZama dalam dunia di hari depan yang akan jauh lebih
padat dan lebih tesbatas. Hantu kehampaan eksistensial yang nampaknya menatap
mereka yaog sudah sepenuhnya terberjam dalam apa yang dinamakan kebudayaan
kosmopolitan- moderen, dengan begini mungkin dapat disingkirkan oleh suatu
proses pembuahan silang yang diperbaharui dengan kebudayaan-kebudayaan serta
agama-agama dunia yang tradisional. Kemungkinan terbesar adalah bahwa justeru
di dalam kerangka kebudayaan-kebudayaan serta agama-agrmanya yang
tradisionallah manusia dapat menanggulangi pertanyaan-pertanyaan tertinggi yang
dihadapkan kepadanya, seperti kehidupan, maut, tujuan,.dan makna. Dengan faktor
ini rnaka lingkup sempit dari kecakapan manusia yang terlibat dalam peradaban
moderen dapat diperlebar, isi pengalaman manusia moderen dapat diperkaya, clan
kreativitasnya dirangsarig dengan cara yang baru.
Maka yang dicari
seharusnya adalah suatu peradaban baru, suatu kebudayaan baru, yang
tujuan-tujuannya bukanlah perkembangan serta kelimpahan yang berlipat-ganda
terus-nrenerus, melainkan pertumbuhari yang terhormat clan pencukupan material
yang tersebar merata. Suatu pola budaya yang tidak terlalu menghambur-hambur
sumber-sumber bum1, dan yang menuntut hubungan yang berbeda antaranya dengan
teknologi dan derigan alam. Amat mungkin bahwa kepadatan penduduk yang lebih
rapat di seluruh dunia akan membutuhkan cara-cara baru agar manusia dapat hidup
bersama clen&- damai, kreatif, clan berbahagia. Dan amat mungkin
pula bahwa hal it u akan membutuhkan suatu perimbangan baru antara gagasan
hak-hak asasi manusia dengan kewajiban-kewajiban sosial manusia, guna menjamin
keI;mgsung;rn umat beserta aneka macam kebudayaannya.
Oiharapkan bahwa
perimbangan baru demikian masih mungkin diusahakan lewat proses pilihan bebas
atas dasar pedoman-pedoman peri-laku baru yang sesuai bagi dunia yang begitu
padat. Negara-negara indusfri mungkin akan harus mencari pengarahan-pengarahan
baru semacam itu, menyimpang dari keberlimpahan serta ketak-puasan mereka.
Demikian pula negara-negara miskin, karena kemelaratan serta kemandegan sosial
mereka, akan harus bergerak ke arah jawaban jawaban mereka sendiri terhadap
tujuan-tujuan itu. Ini dilakukan dengan bantuan jenis teknologi yang cocok.
Jelaslah bahwa
akan mustahil bagi negara-riegara kurang-berkembang untuk bergerak ke arah baru
ini berdasarkan usaha sendiri saja. Sebagaimana. telah disebut di muka, bahkan
pengembangan teknologi-teknologi yang cocok bagi jalan itu pun masih akan
membutuhkan bantuan daii negara-negara industri. Juga mungkin dibutuhkan
pengarahan kembali terhadap jalurjalur teknologi negara-negata indtzstri itu.
Bahkan dengan bantuan-bantuan demikian pun masih pula diperlukan pandangan
yang jernih serta rasa tujuan-moril yang dipegang teguh oleh
negara-negara kurang berkembang. Unsur-unsur ini diperlukan guna bergerak
melawan arus,- guna menolak imbalan-imbalan dalam gaya hidup serta tingkat konsurrisi yang relatif
gampang -didapat, demi peningkatan swa-sembada serta kebebasan untuk sebagian
besar masyarakat mereka. ' Dibutuhkan juga gagasan yang jelas tentang macam
masyarakat yang bagaimana dengan_ nilai-nilai utama apa
Dimensi manusia dalam membangun
pandangan manusia yang bagaimana negara mampu
menanggulangi tantangan-tangan kelangsungannya.
Daiam menghadapi tantangan ini kembang-berkernbang tentu saja tidak se::dirian.
Negara-negara juga menghadapi kebutuhan yang sama n penentuan kembali. Kita semua
bernasib sama depan yang
terpisah-pisah bagi negara kaya dan bagi negar;miskin sendiri. Hanya ada satu masa depan bagi kita
semuanya, atan t;n: ak;m ~nl;i masa depan sama
sekali. Femecahan-pemecalrar kongkrit gun;r mpmn mpwn ini harus timbul
dari kreativitas kultural murni manusia, clao trmn;wm (l;m pengabdian energi
mental maupun spiritual dari t;encrasi wml;i tfi srlmvlr dunia.
Sistem Nilai dan Pendidikan tentang
Lingkungan Hidup Manusia
seperti banyak
negara yang sedang membangun, Indonesia
pun menghimbau dua macam masalah mengenai lingkungan hidup manusia, yaitu pertarr,
masalah lingkungan hidup yang disebabkan oleh kemelaratan clan akib, kcpadatan
penduduk. Kedua, masalah pengrusakan dan pengotoran lingkungan hidup yang
diakibatkan oleh proses pembangunan. Naiknya kepadata penduduk akan menambah
gawatnya masalah lingkungan hidup golongan yang pertama, sedangkan waktu akan
diperlukan, sebelum usaha pembanguna dapat mengatasi akibat negatif terhadap lingkungan
yang disebabka kemelaratan itu. Sebaliknya, usaha pembangunan itu sendiri dapat
memperlihatkan pengotoran dan
pengrusakan lingkungan. Maka kerusakan pad lingkungan hidup manusia adalah baik
penjelmaan dari masalahnya itu sendiri, maupun akibat dari pemecahannya. Diskusi
tentang kerusakan secara pengotoran itu sendiri pada tingkat teknis bukan tugas
tulisan ini. Oleh karena itu kiranya tidak ada jeleknya jikalau kita memusatkan
perhatian kit pada pcrsoalan meningkatnya kepadatan penduduk dan bagaimana kita
Indonesia
hendaknya mempersiapkan diri untuk suatu keadaari dengan ke padatan penduduk
berlipat rata-rata dua kali, yang harus kita perhitungkan akan tcrjadi dalam
waktu kurang lebih 30 tahun. Dengan demikian fokus tv lisan ini adalah manusia
itu, sendiri. Sebab manusia merupakan faktor ekclogi utama, karena besar
jun-dahnya, tingginya.konsumsi bahan-bahan alar dan kehebatan
pengotorannya serta pengrusakan alam yang disebabkanny2 Dalam hal ini sudah
barang tentu Indonesia
tidak merupakan kasus tersen diri. Betapa pun berbedanya sifat pokok masalah
lingkungan hidup negar miskin dan negara industri kaya, natnun akibat-akibatnya
akan menimpa se rnua bangsa di dunia sekalipun secara berbeda-beda.
Kait-mengaitnya kese lamatan bangsa industri dan bangsa pra-industri dalam
hubungan ini dapa digambarkan dengan dua angka. Doubling time jumlah penduduk dunia adE lah 30 tahun, jika
kebutuhan penduduk diambil 3 persen setahun. Tap doubling time kerusakan ekologi di dunia, yang terutama
disebabkan olel pencemaran industri, diperkirakan sebesar 14 tahun. Beberapa
ahli mempet kirakan, dalam 30 tahun berbagai perubahan ekologis tidak akan
dapat ter atasi lagi oleh karena proses-proses pengrusakan, sudah menjadi irreversible
TEKNOLOGI,PEMBANGUNAN DAN KEBUDAYAN
Industrialisasi tidak selalu
mengakibatkan berkurangnya pengangguran, terutama di negara-negara . Sedang berkembang
yang jumlah penduduknya cukup besar. Ini meman, bertentangan dengan
dugaan sementara. Bahkan menurut statistik, herlilm!jandanva pertambalran
penduduk di berbagai negara Asia clan Amerika Latin, justenr rnengakibatk:an
menanjaknya angka-angka pengangguran (Ii sana,
ines:ipun industrialisasi meningkat. Gejala ini telah rnembantah unggapan
bahwa masalah pengangguran clengan sendirinya akan beres apabila dilakukan
perkernbangan ekonomi dengan cara perluasan bertahap terhadap sektor moderen
dari ekonomi-ekonorni bekas-jajahan. Yaitu perkembangan ekonomi yang merupakan
hasil inclustrialisasi, peningkataii perdaRangan internasional, dan penar.aman
modal asing. Berkailan dengan problem pengangguran itu ada lagi suatu gejala
lain yang menimbulkan kekhawatiran, ialah gejala dalam bidang pendidikan.
Sekarang jelas bahwa di negara-nega?a sednng berkernbang, perkernbangan
sistem-sistem pendidikan dewasa ini tidak cukup pesat guna menampung jumlah
martusia yang serr,akin bertambah saja. Ini ;uga akibat dari laju pertambahan
penduduk. Jumlah mutlak kaum buta-huruf di negara-negara ini telah mulai
bertambah lagi. Juga bertambah banyak mereka yang tak berhasil mengikuti sistem
pendidikan, maupun mereka yang putus sekolah /dropouts). Di beberapa negara
kurang-berkembang sekarang sudah iehili dari sepertiga dari anak-anak yang,
telah mencapai usia sekolah, '.idak terserap oleh sistem pendidikan formal. Dan
problem ini kian memburuk saja. Yang tambah merumitkan persoalan, adalah
terdapatnya keinsyafan yang sernakin kuat bahwa sistem pendidikan itu sendiri
mungkin secara tidak disadari telah membantu memperderas arus kaum rnuda yang
pergi dari desadesa ke pusat-pusat kota
besar. Karena sistem pendidikan tersebut malah mendidik orang untuk menjauhi
jenis pekerjaan yang diperlukan di desa-desa,
Dengan
demikian fokus tv lisan ini adalah manusia itu, sendiri. Sebab manusia
merupakan faktor ekclogi utama, karena besar jun-dahnya, tingginya.konsumsi
bahan-bahan alar dan kehebatan pengotorannya serta pengrusakan alam yang
disebabkanny2 Dalam hal ini sudah barang tentu Indonesia tidak merupakan kasus
tersen diri. Betapa pun berbedanya sifat pokok masalah lingkungan hidup negar
miskin dan negara industri kaya, natnun akibat-akibatnya akan menimpa se rnua
bangsa di dunia sekalipun secara berbeda-beda. Kait-mengaitnya kese lamatan
bangsa industri dan bangsa pra-industri dalam hubungan ini dapa digambarkan
dengan dua angka. Doubling time jumlah penduduk
dunia adE lah 30 tahun, jika kebutuhan penduduk diambil 3 persen setahun. Tap doubling time kerusakan ekologi di dunia, yang terutama
disebabkan olel pencemaran industri, diperkirakan sebesar 14 tahun. Beberapa
ahli mempet kirakan, dalam 30 tahun berbagai perubahan ekologis tidak akan
dapat ter atasi lagi oleh karena proses-proses pengrusakan, sudah menjadi irreversible
1. apa pengertian
teknologi
2. apa pengertian
pembangunan
3. apa pengartian
kebudayaan
4. apa kaitannya
teknologi,pembangunan dan kebudayaan
5. kelaskan
teknologi, pembangunan dan kebudayaan di era modern
Tidak ada komentar:
Posting Komentar